Sukses

Redenominasi Bisa Angkat Citra Rupiah di Mata Dunia

Bank Indonesia kembali menyuarakan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi atau pengurangan angka nol dalam rupiah

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia kembali menyuarakan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi atau pengurangan angka nol dalam rupiah. BI berharap RUU tersebut bisa dimasukkan dalam Prolegnas DPR RI di 2017.

Redenominasi rupiah ini dinilai perlu dilakukan. Selain untuk menyederhanakan administrasi keuangan juga untuk menjaga kredibilitas rupiah di kancah internasional. Karena, saat ini, rupiah dikenal dengan mata uang yang memiliki angka nol cukup banyak.

"Selain menyederhanakan penghitungan, redenominasi juga akan berguna untuk mengangkat citra mata uang rupiah di mata internasional tentunya," kata Pengamat Ekonomi dari Economic Action Indonesia (EconAct), Ronny P Sasmita‎ kepada Liputan6.com, Kamis (1/6/2017).

‎Yang lebih penting, menurut Ronny, dengan adanya redenominasi, perbankan akan lebih mudah memaksimalkan pembangunan infrastruktur cara transaksi, terutama transaksi non-tunai seperti pembangunan ATM, online banking, mobile banking, dan sebagainya.

Karena, baginya, Gubernur BI begitu paham persoalan perbankan terkait dengan nilai rupiah yang terlalu rapuh jika dihadapkan dengan mata uang asing. "Jadi sangat dapat dipahami mengapa BI sangat berharap redenominasi bisa segera dilakukan," tegas dia.

‎Ronny menjelaskan, yang harus dipahami semua pihak adalah bahwa redenominasi hanya mengurangi angka nol tanpa mengurangi nilai dari rupiah itu sendiri.

Secara sosio-psikologis, dalam jangka panjang, redenominasi akan memberikan faktor psikologi positif pada masyarakat sebagai pemilik mata uang rupiah, karena selama ini terbukti nilai tukar mata uang rupiah bisa mencapai angka ratusan ribu dan dianggap terlalu tinggi, yang memberikan efek psikologis interior kepada masyarakat pemegang rupiah.

"Melihat kondisi ekonomi makro saat ini, usulan BI ini layak diperhatikan oleh DPR dan selanjutnya dimasukkan ke dalam prolegnas. Jika tidak sekarang, kapan lagi. Masalahnya, untuk sosialisasi saja akan memakan waktu yang cukup lama, bisa sampai 10 tahun," kata pria yang juga sebagai Tim Ahli Ekonomi dari Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu. (Yas)

Â