Sukses

‎Dampak Harga Jengkol Tembus Rp 100 Ribu Sudah Terasa ke Inflasi

Harga jual jengkol menjelang puasa melejit hingga Rp 100 ribu per kilogram (kg) akibat kelangkaan pasokan.

Liputan6.com, Jakarta - Harga jual jengkol menjelang puasa melejit hingga Rp 100 ribu per kilogram (kg) akibat kelangkaan pasokan. Meningkatnya harga jengkol ikut menyumbang laju inflasi di Mei ini sebesar 0,01 persen atau relatif kecil karena konsumsi terbatas.

"Jengkol ada sumbangan inflasi, cuma 0,01 persen. Memang harga jengkol naik sebelum puasa, tapi bobot kecil karena yang mengonsumsi tidak semua masyarakat. Makanan enak, tapi kadang pada jaim," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Jumat (2/6/2017).

‎Seperti diketahui, BPS mengumumkan inflasi Mei 2017 sebesar inflasi 0,39 persen di Mei 2017. Tertinggi disumbang kelompok pengeluaran bahan makanan. Tercatat inflasi bahan makanan mencapai 0,86 persen dengan andil ke inflasi 0,17 persen.

Faktor pendorongnya antara lain kenaikan harga komoditas pangan, seperti bawang putih berkontribusi 0,08 persen ke inflasi Mei, telur ayam ras 0,05 persen, dan daging ayam ras 0,04 persen.

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Perbenihan Hortikultura Kementerian Pertanian, Sukarman, mengungkapkan kenaikan harga jengkol hingga Rp 100 ribu per kg ini disebabkan tanaman jengkol bersifat musiman yang hanya panen setahun sekali.

"Memang tidak lagi musim jengkol, jadinya berpengaruh ke harga. Dulu kan juga pernah tuh harganya sampai Rp 100 ribu per kilo. Ya karena begini juga," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Sukarman mengungkapkan, jengkol merupakan tanaman yang tidak dikembangkan secara komersial. Jengkol hanya ditanam di pekarangan rumah warga, tapi tidak dibudidayakan atau digarap petani di lahan pertanian yang luas, seperti cabai, beras, dan bahan pangan lainnya.

"Jadi itu tanaman yang ada di pekarangan. Dan memang tidak ada program pengembangan jengkol," ujarnya.

Tanaman jengkol, kata Sukarman, berbuah hanya setahun sekali. Saat ini, ujarnya, bukan musim jengkol sehingga pasokan semakin menipis dan terjadi kelangkaan di beberapa daerah.

"Itu kan setahun sekali panennya. Sekarang lagi tidak ada, panen lagi nanti kalau bulan Oktober atau November atau Desember, sama seperti durian, petai, dan lainnya," jelasnya.

Namun demikian, Sukarman menegaskan bahwa jengkol bukanlah kebutuhan pokok masyarakat meskipun permintaan selalu ada. Oleh karenanya, pemerintah tidak melakukan intervensi ketika harga cabai melejit.

"Ya paling kalau ada benih jengkol, kita berikan ke masyarakat, tapi kan tidak banyak. Lagipula masyarakat kan makan jengkol tidak terlalu banyak, nanti jengkolit lagi alias sembelit jengkol," candanya.