Liputan6.com, Jakarta - Harga bawang putih kembali melonjak di awal pekan kedua Ramadan hingga Rp 10 ribu per kilogram (kg) dari Rp 60 ribu menjadi sekitar Rp 68 ribu-Rp 70 ribu per kg untuk jenis cutting. Biang kerok-nya karena pasokan komoditas pangan ini mulai menipis di pasar induk.
Hal ini diakui Pedagang sayur mayur, Nardi (50). "Tiga hari lalu harganya masih Rp 60 ribu per kg. Tapi sekarang harga bawang putih cutting‎ naik lagi jadi Rp 68 ribu-Rp 70 ribu per kg," jelasnya saat berbincang dengan Liputan6.com ‎di Pasar Grogol, Jakarta, Senin (5/6/2017).
Nardi menuturkan, lonjakan harga bawang putih disebabkan karena pasokan komoditas pangan ini nyaris langka, terutama di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Selama ini, pria asal Pati Jawa Tengah itu berbelanja sayur mayur di pasar tersebut.
Advertisement
Baca Juga
"Sudah tiga hari ini bawang putih cutting kosong di Kramat Jati. Tidak ada barangnya, makanya yang belanja kayak saya pusing. Kalaupun ada ukurannya kecil-kecil, susah jualnya," dia menerangkan.
Dirinya menceritakan, sampai tadi malam pun, bawang putih di Pasar Kramat Jati kosong. Akibatnya, Nardi tidak bisa berbelanja lagi kebutuhan bawang putih, sehingga akhirnya harus menjual bawang putih yang tersisa, stok kemarin yang belum terjual.
"Mau nambah lagi tadi malam tidak ada, ini barang dagangan kemarin. Kalau saya tidak telepon dulu, tidak bakal ada itu barang," keluh Nardi.
Ditanya penyebab stok bawang putih langka, Nardi berasumsi ada dua kemungkinan. Pertama, karena impor dari China berkurang ‎atau terjadi lagi penimbunan.
"Mungkin panen bawang putih di China sudah menipis, atau bisa saja ditimbun lagi, karena praktik di lapangan-nya beda tetap saja ada kongkalikong walaupun pemerintah sudah menindak tegas pelaku penimbunan pangan," ujar dia.
Berdasarkan pengalaman yang dilihatnya sehari-hari, Nardi menuturkan kondisi sesungguhnya di Pasar Induk Kramat Jati, komoditas pangan, seperti bawang putih ini dikuasai para tengkulak besar berduit.
"‎Pas barang datang berkarung-karung dari truk, pedagang besar atau disebut centeng itu cuma modal spidol. Langsung saja ditandai itu karung-karung pakai nama mereka, padahal belum dibayar. Nah pedagang kecil kayak saya belinya sama centeng-centeng itu," tutur Nardi.
‎Nardi menjelaskan, saat pasokan bahan pangan seperti bawang putih menipis, bahkan hampir kosong, akan menjadi rebutan pedagang eceran. Pedagang berani membelinya meski harga mahal.
"Itu barang kalau lagi kosong jadi rebutan. Mahal pun tetap kita beli, kan langganan juga setiap hari perlu. Nah konsumen juga begitu, takut tidak kebagian, mau harganya berapapun dibeli, diborong buat stok. Itu juga yang bikin harga bergejolak," papar dia.
‎Minta Pemerintah Turun Tangan
Nardi menyebut, ada dua jenis bawang putih yang dijual pedagang di pasar, yaitu jenis cutting dan biasa. Keduanya didatangkan dari luar negeri alias impor. Bawang putih cutting, diakuinya berasal dari China, sedangkan yang biasa impor dari Malaysia.
"Yang harganya naik cuma yang cutting, sementara yang biasa dijual stabil Rp 50 ribu per kg. Harga bawang putih cutting maupun yang biasa sih sama-sama mahal sekarang ini, karena harga normalnya masing-masing Rp 40 ribu dan Rp 30 ribu per kg," kata Nardi.
Nardi bilang, antara bawang putih cutting dan yang biasa memiliki perbedaan dari segi kualitas. "Bawang putih cutting lebih wangi, lebih enak, kalau buat bumbu lebih terasa dibanding yang biasa," ucap dia.
‎Dia berharap, pemerintah dapat segera bertindak untuk kembali menstabilkan harga bawang putih. Jika tidak, bawang putih berpotensi lebih mahal lagi.
"‎Kalau dibilang bawang putih aman, salah. Pemerintah harusnya mengontrol terus dua-tiga hari. Pemerintah impor langsung lewat Bulog, kemudian gelontorkan ke pedagang di pasar, jangan lewat importir swasta. Bisa ditimbun lagi," Nardi menyarankan.
Â
Â