Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi tidak akan turun pada Juli 2017.
Penurunan tak terjadi meski harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) secara tren terus turun. Rata-rata harga ICP periode Januari sampai Mei 2017 tercatat sebesar US$ 49,90 per barel.
"Jadi turun US$ 1,5 per barel. Rata-rata ICP Januari-Mei US$ 49,90 di bawah US$ 50 per barel," kata Jonan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/6/2017).
Advertisement
Baca Juga
Tercatat, harga ICP pada Januari sebesar US$ 51,88 per barel dan sempat naik di Februari US$ 52,50 per barel. Namun pada Maret turun menjadi US$ 48,71 per barel dan April naik kembali US$ 49,56 per barel dan Mei kembali turun ke US$ 47,09 per barel.
Meski menunjukkan tren penurunan tetapi harga minyak tersebut masih jauh lebih tinggi, dibandingkan saat pemerintah menetapkan harga BBM bersubsidi saat ini.
Harga Premium di luar Jawa, Madura Bali ditetapkan sebesar Rp 6.450 per liter dan solar subsidi Rp 5.150 per liter. Saat itu penetapan mengacu harga ICP sebesar US$ 40 per barel sampai US$ 45 per barel.
Hal tersebut, menurut Jonan, yang mendasari tidak akan ada penurunan harga BBM subsidi pada Juli 2017. "Kalau turun toh nggak, harga sekarang kan itu US$ 40 sampai US$ 45 per barel," ucap Jonan.
Namun, menurut Jonan perubahan harga BBM akan dibahas terlebih dahulu di Sidang Kabinet (Sidkab). Kemudian keputusan perubahan harga ada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kita lihat lagi apakah ada perubahan harga eceran atau tidak. Inikan kita akan melewati puasa dan Lebaran," tuturnya.
PT Pertamina (Persero) sebelumnya mencatat harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi yang ditetapkan pemerintah, sudah lebih rendah dari harga keekonomian yang dibanderol di pasar.
Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman mengatakan, saat ini harga keekonomian Premium penugasan sudah lebih tinggi sekitar Rp 400 per liter dari harga jual yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 6.550 per liter untuk di luar wilayah penugasan Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Sementara di wilayah penugasan Rp 6.450 per liter.
"Kalau kita lihat dari sisi formula Kementerian ESDM di Mei 2017 suatu harga ditentukan dari rata-rata harga kuartal sebelumnya, kalau selisih formula Premium Rp 400 per liter," kata Arif.
Arif melanjutkan, untuk harga solar secara keekonomian selisihnya jauh lebih besar dibanding selisih Premium. Berdasarkan harga keekonomian solar Rp 1.150 per liter lebih tinggi dari harga yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp 5.150 per liter.
"Solar Rp 1.150 per liter dibawah formula (harga) yang ditetapkan pemerintah," ucap Arif.
Menurut Arif, untuk mengisi selisih harga keekonomian dengan harga jual yang tidak naik, maka Pertamina melakukan subsidi silang dari pendapatan bisnis lain. Aksi tersebut membuat harga Pertamina tergerus pada kuarta I 2017. "Kita paham memang dibutuhkan, saat ini kita memang selama bisa cross subsidi kita lakukan," tutup Arif.