Sukses

Produksi Lapangan Migas Jangkrik Sesuai Target

Produksi dari Lapangan Jangkrik, di Kalimantan Timur diharapkan dapat memberi efek signifikan untuk industri hulu migas Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Lapangan minyak dan gas (migas) Jangkrik, di Blok Muara Bakau, Selat Makassar, Kalimantan Timur,‎ telah berproduksi sesuai target. Produksi dari lapangan Jangkrik menambah produksi migas Indonesia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, lapangan migas Jangkrik telah memproduksi gas sebesar 120 sampai 130 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 26 Mei 2017. Hal ini sesuai target yang telah ditetapkan.

"Target bulan Mei, tercapai tidak? Tercapai, mulai 26 Mei, FPU Jangkrik sudah on stream. Produksinya sekarang kira-kira 120-130 mmscfd," kata Jonan, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Senin (12/6/2017).

Saat mengeksploitasi lapangan Jangkrik, guna memproduksi gas dan kondensat yang menjadi cikal bakal minyak, operator lapangan tersebut, yaitu Eni menggunakan Floating Processing Unit (FPU) Jangkrik. Hal ini dilakukan karena lapangan Jangkrik terletak di lepas pantai.

"FPU Jangkrik ini sebenarnya adalah kapal yang dipakai untuk melakukan eksploitasi gas dan kondensatnya di lepas pantai, yang berada di laut dalam sekitar 450 meter," jelas Jonan.

Pengoperasian FPU Jangkrik tersebut menjadi bukti, saat ini Indonesia tetap mampu mengembangkan lapangan migas baru. "FPU Jangkrik yang on stream pada 26 Mei 2017 ini bukti kita mampu kembangkan lapangan migas baru, dan kita akan selalu melakukannya," tambah Jonan.

Sesuai dengan rencana kapasitas produksi, kapal FPU Jangkrik dirancang untuk pengolahan gas dengan kapasitas hingga 450 MMSCFD secara bertahap, atau setara dengan 83 ribu barel setara minyak per hari (barrel oil equivalen per day/boepd).

"Kalau disesuaikan lagi, ditingkatkan sedikit, kapasitas produksinya bisa sampai 600 mmscfd dengan tambahan gas yang berasal dari lapangan Merakes di Blok East Sepinggan," ucap Jonan.

Hal ini memberikan efek yang sangat signifikan terhadap industri hulu migas Indonesia, karena menurut Jonan, produksi dari Lapangan Jangkrik ini untuk pengganti produksi Blok Mahakam yang mulai turun.

"Kalau bisa minimal 450 (mmscfd) itu lumayan sekali, produksi (gas) nasional sekarang 7.100 mmscfd, mestinya menambah 7 persen bila kondensatnya sedikit," papar Jonan.

Jonan mengungkapkan, Eni akan menggandeng Chevron, untuk bekerjasama penggunaan fasilitas produksi pada proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) di Gendalo-Gehem, Selat Makassar, yang cukup dekat dengan lokasi FPU Jangkrik ini.‎ Dengan tambahan dari IDD ini nantinya, pada 2022 akan diproduksi 900 MMSSCF gas dari FPU Jangkrik, atau sekitar 13 persen dari produksi gas nasional.

"Jadi Chevron tidak usah berinvestasi lagi yang besar, fasilitas yang sama bisa dipakai, supaya tidak ada duplikasi (lebih efisien) dan waktunya bisa lebih cepat," tutur Jonan.

Seperti diketahui, proyek Pengembangan Kompleks Jangkrik di lepas pantai laut dalam Indonesia, meliputi Lapangan Jangkrik dan Lapangan Jangkrik North East telah memulai produksinya (first gas) pada bulan Mei 2017 lalu, lebih cepat dari pada target yang tercantum di dalam rencana strategis Kementerian ESDM 2015-2019 yaitu tahun 2018. Produksi dari kedua lapangan disalurkan melalui 10 sumur bawah laut yang terhubung dengan FPU Jangkrik.

Setelah diproses di atas FPU, gas akan dialirkan melalui pipa khusus sepanjang 79 km ke Fasilitas Penerima di Darat atau on shore Receiving Facility yang keduanya baru dibangun oleh Eni, melalui Sistem Transportasi Kalimantan Timur, hingga tiba di kilang LNG Badak di Bontang. Produksi gas dari Jangkrik akan memasok LNG ke pasar domestik dan juga pasar ekspor.

 

 

Â