Sukses

7 Penyesalan Orang Setelah Beli Rumah

Ingat, membeli rumah merupakan keputusan besar. Jadi Anda harus berpikir matang-matang.

Liputan6.com, Jakarta - Membeli rumah merupakan keputusan besar. Saat berhasil membeli rumah pertama, momen ini bisa jadi paling membahagiakan, tapi bisa juga jadi penyesalan.

Oleh karena itu, sebelum memutuskan membeli rumah, segala halnya harus benar-benar dipikirkan. Hindari kesalahan membeli rumah yang banyak membuat banyak orang menyesal seperti dikutip dari CekAja.com:

1. Membeli rumah lebih dari kemampuan

Jika Anda hanya mampu membeli rumah tipe 36 di pinggir kota, jangan paksakan diri membeli rumah tipe 45 di tengah kota. Rumah dengan tanah luas dan berada di lokasi strategis memang lebih menggoda untuk dibeli meski harga cicilannya lebih tinggi.

Biasanya orang yang mengambil rumah di luar kemampuan beramsumsi kalau penghasilannya akan semakin naik di masa depan. Tapi tidak ada yang bisa menjamin kondisi finansial Anda di masa depan akan lebih baik bukan?

Ketika mencari rumah, sesuaikan cicilan dengan kemampuan finansial saat ini, bukan nanti. Jadi ketika kondisi finansial Anda semakin baik, nilai cicilan rumah terasa semakin ringan.

2. Cicilan mahal karena uang muka (DP) yang dibayar sedikit

Semakin sedikit DP yang dibayar, semakin mahal juga cicilan. Jika Anda mengambil KPR, nilai total rumah bisa menjadi dua atau tiga kali lipat jika dihitung sampai pelunasan.

Misalnya rumah yang ingin Anda beli seharga Rp 500 juta. Tapi jika diicicil selama 10 tahun, jumlah yang Anda bayarkan selama 10 tahun ditambah bunga bisa mencapai Rp 1 miliar. Tapi jika dibayar secara tunai keras, Anda hanya perlu membayarnya sebesar Rp 500 juta.

Namun jika tidak bisa membayar secara tunai, setidaknya kumpulkan uang untuk membayar DP sebesar 20 persen dari harga rumah agar cicilan makin ringan.

3. Tidak memilih produk KPR yang tepat

Produk KPR di satu bank berbeda dengan KPR di bank lain. Jika bank A memberlakukan fixed rate (bunga tetap) selama setahun, bank B mungkin memberlakukan bunga tetap salama tiga tahun di mana hal ini lebih menguntungkan nasabah.

Kemudian pertimbangkan juga floating rate setelah fixed rate tidak berlaku. Biasanya persentaseya tidak pasti sehingga jumlah yang Anda bayarkan pun naik turun setiap bulannya.

Jika tidak ingin skema floating rate, Anda bisa memilih KPR syariah. Namun biasanya cicilannya akan jadi lebih mahal karena bank sudah memperhitungkan cicilan sesuai bunga tertinggi.

2 dari 3 halaman

Punya utang lain



4. Punya utang lain

Kalau sebelum beli rumah Anda punya cicilan Kredit Tanpa Agunan (KTA), kredit dengan agunan, cicilan kartu kredit, atau cicilan kendaraan, segera lunasi. Karena jika membeli rumah secara KPR, Anda terikat dengan utang jangka panjang sehingga jika finansial Anda tidak kuat, Anda akan merasa sangat terbebani.

5. Ternyata mengontrak lebih baik

Ada banyak tekanan agar seseoang membeli rumah. Memiliki rumah, terutama di Indonesia, dianggap sebagai simbol kemapanan. Namun ada beberapa situasi di mana mengontrak mungkin lebih baik, daripada membeli rumah dengan cicilan di luar kemampuan.

Misalnya ketika penghasilan Anda naik turun karena tidak punya pekerjaan tetap, atau karena pekerjaan Anda mengharuskan berpindah-pindah kota dalam setahun.

3 dari 3 halaman

Perlu renovasi



6. Membeli rumah yang harus direnovasi besar-besaran

Rumah bekas yang dijual rumah mungkin memang dihargai demikian karena kondisinya kurang layak ditinggali. Sebelum tergoda dengan harga murah tersebut, coba kalkulasikan berapa biaya yang dibutuhkan untuk renovasi.

Biaya renovasi meliputi biaya untuk membeli material, biaya tukang per hari, dan biaya arsitek jika diperlukan. Memang, renovasi berarti membangun sesuai keinginan. Tapi jika finansial Anda lebih mampu membeli rumah baru karena jatuhnya lebih murah, maka Anda bisa menghindari kesalahan ini.

7. Cocok dengan rumahnya, tapi tidak dengan lingkungan

Katakanlah rumah yang baru Anda beli sangat cantik dan harganya tergolong rumah. Tapi setelah tinggal di sana, Anda baru sadar kalau tidak cocok dengan lingkungannya.

Misalnya Anda lebih senang tinggal di lingkungan kekeluargaan yang terbiasa bergotong royong dan ternyata rumah Anda berada di lingkungan yang individualis. Atau belakangan Anda baru tahu kalau tingkah kejahatan di tempat Anda tinggal cukup tinggi.

Sebelum memutuskan untuk membeli, jangan hanya pelajari tentang bangunan rumah, tapi juga lingkungannya.