Sukses

Sri Mulyani: RI Negara Paling Rumit soal Pungutan PPN

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tengah mengevaluasi penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tengah mengevaluasi penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia. Hal ini dilakukan guna mengoptimalkan penerimaan perpajakan tahun ini pasca-program pengampunan pajak atau tax amnesty.

"Sampai hari ini kita terus me-review seluruh kebijakan PPN dari pengecualian. Menurut review IMF dan Bank Dunia, kita adalah negara paling rumit dari sisi kebijakan PPN karena banyak sekali memberi pengecualian," katanya saat Raker RAPBN 2018 dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (12/6/2017).

Oleh karena itu, Sri Mulyani mengakui, proses administrasi kebijakan PPN menjadi rumit atau complicated, menciptakan celah atau loop hole sehingga memungkinkan terjadinya berbagai macam kelemahan di dalam sistem administrasinya.

"Kita akan melakukan penyesuaian batasan Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau wajib PPN dan UMKM," ucapnya.

Upaya tersebut dilakukan untuk memperbaiki kebijakan pungutan PPN, termasuk langkah pemerintah mengintensifkan penerimaan pajak di 2017. "Di semester II ini tidak ada lagi penerimaan dari tax amnesty, seperti di semester II 2016. Jadi kita harus melakukan intensifikasi penerimaan kita," paparnya

Di samping itu, lanjut Sri Mulyani, guna menggenjot penerimaan perpajakan, pemerintah mendorong DPR menyetujui perluasan objek barang kena cukai, salah satunya cukai plastik. Selanjutnya merencanakan kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang orientasinya jangka menengah, termasuk klasifikasi dari pengelompokan.

"DPR tentu akan mendukung perbaikan atau revisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU PPN, dan Bea Materai karena ini penting untuk meng-update peraturan perundang-undangan kita," tegasnya.

Dalam menjalankan reformasi perpajakan, Sri Mulyani mengatakan, Ditjen Pajak akan menginvestasikan anggaran untuk sistem informasi teknologi guna memperkuat basis data. Juga memperkuat analisis potensi pajak di Indonesia menggunakan akses informasi keuangan, di samping meningkatkan pelayanan ke masyarakat.

"Kita juga minta Ditjen Pajak dan Bea Cukai memperkuat program bersama untuk identifikasi penerimaan. Kita akan terus memperbaiki pemantauan pita cukai, menertibkan jasa kepabeanan dan cukai yang lebih banyak risiko dibanding positifnya," tukasnya.