Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah tidak akan mengucurkan dana talangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Hal ini menyusul tak kunjung cairnya pinjaman dari China Development Bank (CDB) sebesar US$ 1 miliar atau Rp 13 triliun. "Tidak ada keterlibatan pemerintah dari sisi financing," ujar Sri Mulyani usai Konferensi Pers IMF-World Bank Annual Meeting 2018 di kantornya, Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Ia mengungkapkan, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung sepanjang 143 kilometer (km) sejak awal didesain menggunakan skema business to business (B to B). "Setahu saya kereta cepat sampai hari ini dan yang disampaikan Menteri BUMN adalah private to private," papar Sri Mulyani.
Untuk diketahui, komitmen pinjaman tahap pertama untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung senilai US$ 1 miliar belum cair. Padahal pinjaman itu sudah ditandatangani China beberapa waktu lalu. Kendala pencairan karena masih ada masalah lahan yang belum terselesaikan.
Advertisement
Baca Juga
Kementerian BUMN memastikan nilai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak dari sebelumnya US$ 5,5 miliar menjadi US$ 5,9 miliar, atau sekitar Rp 78,6 triliun (kurs 13.329 per dolar AS).
"Kami sudah finalisasi, jadi ada kenaikan sedikit dalam hal nilai proyeknya, karena ada perubahan trase. Kenaikannya menjadi US$ 5,9 miliar," kata Menteri BUMN Rini Soemarno.
Ada 4 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Jasa Marga Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII membentuk perusahaan konsorsium dengan bendera PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
PSBI menguasai 60 persen saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang menggarap proyek ini. Sedangkan sisanya 40 persen saham dimiliki China Railway International (CRI). Adapun kontraktor proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ditunjuk Wijaya Karya.
Â