Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah masih mengkaji harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar bersubsidi untuk periode Juli 2017. Rencananya, proses tersebut telah selesai pada 26 Juni.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, saat ini pihaknya terus mengkaji terhadap tiga parameter pembentukan harga premium dan solar bersubsidi, yaitu Mean of Plattes Singapore (MOPS), inflasi dan kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah.
"Kami monitor terus harga perolehan ya, harga naik turun," kata Wiratmaja, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Advertisement
Wiratmaja menuturkan, beberapa bulan belakangan ini tren pembentukan harga BBM menunjukkan fluktuasi. Sebelum kebijakan harga kedua jenis BBM tersebut diputuskan, pemerintah akan terus melakukan evaluasi hingga 26 Juni. Setelah itu baru ditetapkan kebijakan harga baru.
"MOPS-nya sempat naik terus turun. Lagi begini grafik-nya, lagi agak datar setelah Qatar kemarin mulai naik dikit tapi turun lagi begitu," tutur Wiratmaja.
Baca Juga
Wiratmaja mengungkapkan, meski tren harga lebih cenderung turun, tetapi tidak ingin memprediksi keputusan harga premium dan solar bersubsidi untuk periode Juli. Meski PT Pertamina (Persero) telah mengeluhkan harga kedua BBM tersebut sudah jauh lebih rendah dari harga pasar.
"Keputusan tetap ada di pimpinan kita tetap kaji data. Kita lihat nanti sampai akhir bulan jangan berandai-andai dulu. Kita kasih kesempatan Pertamina untuk analisis," tutur Wiratmaja.
Sebelumnya, Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman mengatakan, saat ini harga keekonomian premium penugasan sudah lebih tinggi sekitar Rp 400 per liter dari harga jual yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 6.550 per liter untuk di luar wilayah penugasan Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Sedangkan di wilayah penugasan Rp 6.450 per liter.
"Kalau kita lihat dari sisi formula Kementerian ESDM di Mei 2017 suatu harga ditentukan dari rata-rata harga kuartal sebelumnya, kalau selisih formula Premium Rp 400 per liter," kata Arif.
Arif melanjutkan, untuk harga solar secara keekonomian selisih-nya jauh lebih besar dibanding selisih Premium. Berdasarkan harga keekonomian solar Rp 1.150 per liter lebih tinggi dari harga yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 5.150 per liter.
"Solar Rp 1.150 per liter di bawah formula (harga yang ditetapkan pemerintah)," ucap Arif.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan, harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dari Januari US$ 51,88 per barel, Februari US$ 52,50 per barel, Maret US$ 48,71 per barel , April US$ 49,56 per barel, dan Mei US$ 47,09 per barel. Dengan begitu, rata-rata harga ICP dari Januari sampai Mei 2017 sebesar US$ 49,90 per barel.
"Jadi turun US$ 1,5 per barel Rata-rata ICP Januari-Mei US$ 49,90 di bawah US$ 50 per barel," kata Jonan kemarin.
Meski menurun, harga tersebut masih jauh lebih tinggi ketika harga Premium di luar Jawa, Madura Bali sebesar Rp 6.450 per liter dan solar subsidi Rp 5.150 per liter ditetapkan. Saat itu, harga minyak sekitar US$ 40 per barel-US$ 45 per barel. Oleh karena itu, menurut Jonan, tidak akan ada penurunan harga pada Juli 2017.
"Kalau turun toh tidak, harga sekarang itu US$ 40 sampai 45 per barel," ucap Jonan.
Jonan menuturkan, perubahan harga BBM akan dibahas terlebih dahulu di Sidang Kabinet (SidKab), sedangkan keputusan perubahan harga ada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kita lihat lagi apakah ada perubahan harga eceran atau tidak. Ini kita akan melewati puasa dan Lebaran," tutur Jonan.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: