Sukses

Harus Ada Aturan Jelas Buat Kawasan Koridor Angkutan Massal

TOD adalah salah satu pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang yang maksimalkan penggunaan angkutan transportasi massal.

Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) DKI Jakarta menekankan, perlunya pengembangan kawasan di koridor angkutan massal atau Transit Oriented Development (TOD) memiliki aturan yang jelas guna menghindari penyalahgunaan pembangunan oleh para pemilik modal dan menjamin keberpihakan publik atas penyediaan hunian terjangkau, fasilitas publik seperti jalur pedestrian, hingga ruang terbuka hijau (RTH).

Ketua IAP DKI Jakarta bidang Properti dan Permukiman, Meyriana Kesuma yang mewakili hasil kajian IAP DKI Jakarta, menegaskan aturan jelas penting karena TOD saat ini telah menjadi alat pemasaran bagi pihak swasta yang mengembangkan proyek di sekitar TOD. Saat ini banyak sekali pengembang mengusung gimmick sebagai kawasan TOD untuk menggaet pembeli. Sementara aturannya belum ada.

Padahal, pengembangan kawasan yang dilakukan belum tentu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan TOD seperti compact (terpadu), mixed use (beragam fungsi), mixed income (beragam pendapatan masyarakat), dan walkable environment (ramah bagi pejalan kaki).

“Aturan mengenai TOD ini memang perlu didorong supaya ada aturan main. Jadi pengembang ada guidance-nya, dan pemerintah bisa mengontrol,” kata Meyriana yang ditulis Liputan6.com, Selasa (20/6/2017).

Regulasi TOD penting supaya swasta yang melakukan pengembangan melakukannya dengan benar, tidak salah kaprah dan tentunya tidak mengalami kerugian akibat pencabutan izin atau terkena denda karena menyalahi aturan.

Menurut dia, sekarang mungkin TOD baru tren di Jakarta. Namun bukan tidak mungkin di kemudian hari, kota lain seperti Bandung dan Surabaya akan mengikuti. Oleh karena itu, penyusunan aturan TOD di Jakarta bisa menjadi benchmark bagi kota-kota lainnya.

Beberapa hal yang perlu diatur antara lain menyangkut berapa jarak proyek properti tersebut dari stasiun, luas kawasan, berapa persen hunian, komersialnya seperti apa, kawasan TOD ini siapa yang mengelola; apakah pemerintah atau swasta? Hal itu semua, ujar Meyriana, harus diatur dengan rinci dan jelas.

TOD merupakan salah satu pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang campuran dan maksimalisasi penggunaan angkutan transportasi massal seperti Busway/BRT, Kereta api kota (MRT), Kereta api ringan (LRT). Dengan orientasi ini, maka titik-titik pengembangan kota baik permukiman dan fasilitas penunjang perkotaan difokuskan di sepanjang jalur perjalanan angkutan massal tersebut.

Seperti diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen) tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit atau Transit Oriented Development (TOD).

Menurut informasi yang diperoleh, dalam draf Permen itu, diatur sejumlah poin penting antara lain mengenai jenis pengembangan kawasan berdasarkan karakteristik TOD, penetapan perangkat penunjang TOD, kelembagaan kawasan TOD, serta peran pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan TOD.

Saat ini, Rapermen sudah memasuki tahap menampung masukan dan aspirasi masyarakat, dan ditargetkan rampung pada akhir tahun ini.

Kesinambungan TOD

Ketua IAP DKI Jakarta, Dhani Muttaqin menambahkan, pengembangan kawasan TOD juga harus diatur agar memenuhi fasilitas seluruh warga kota dari segala strata ekonomi (mixed income). Jadi bukan hanya disediakan hunian atau fasilitas bagi kelas menengah atas, tetapi juga kelas menengah bawah. Saat ini ada ketentuan 1:2:3, yang dapat dijalankan untuk memenuhi aspek keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat kota.

“Bagaimana aturan yang sedang dibuat bisa menjaga hak-hak publik? Aturan juga penting supaya keberlanjutan TOD tidak berhenti di tengah jalan. Misalnya saat ini pembangunan infrastruktur transportasi sudah diarahkan dari utara ke selatan, dan ke arah timur. Kami juga memandang perlunya pembangunan transportasi publik ke arah barat yang menghubungkan Bandara Soekarno-Hatta dengan pusat-pusat residensial di Tangerang dan sekitarnya,” papar Dhani.

Menurut dia, hal ini dikarenakan besarnya kebutuhan transportasi publik di area barat Jakarta. Apalagi, beban transportasi yang disebabkan oleh para commuter barat Jakarta semakin meningkat setiap tahunnya.

Terakhir, IAP DKI Jakarta meminta agar penyusunan Rapermen TOD dibuka ke publik termasuk kalangan swasta. Aturan tersebut jangan sampai dibuat sepihak, karena nantinya akan banyak melibatkan swasta. Jangan sampai, ungkap Dhani, aturan dibuat terburu-buru untuk mengejar target, karena banyak kegagalan perencanaan kota salah satunya akibat tidak melibatkan publik, termasuk privat.

Tonton Video Menarik Berikut Ini: