Liputan6.com, Jakarta PT Bank Central Asia Tbk (Bank BCA) belum mendapatkan untung dari bisnis uang elektronik. Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiatmadja menerangkan, selama ini mendapat untung dari dana endapan di uang elektronik. Keuntungan ini untuk menutupi dari biaya operasional.
"Memang rugi sekarang, karena bank itu hasilnya dari tadi endapan dana masyarakat. Kalau 1 kartu endapan Rp 3 juta lumayan. Coba aja hitung misal margin 5 persen, kalau Rp 30 ribu (endapan) berapa Rp 1.500 perak, Rp 1.500 perak setahun, sebulan cuma Rp 100 perak untungnya. Biaya transaksi sekali jegrek lebih dari Rp 100 perak belum untung kalau kasar-kasaran nggak bakal untung," jelas dia seperti ditulis di Jakarta, Rabu (21/6/2017).
Baca Juga
Jahja menuturkan, jumlah uang elektronik BCA atau Kartu Flazz saat ini sekitar 6 juta. Rata-rata dana endapan sekitar Rp 30 ribu.
Jahja mengatakan, dengan dana endapan dana tersebut kecil kontribusinya untuk pendapatan perseroan. Padahal, perseroan juga butuh investasi dan menambal biaya operasional supaya bisnis uang elektronik bertahan.
"Karena apa, karena kita kalau hanya berdasarkan endapan dana itu kecil, tahu nggak Flazz card Rp 30 ribu rata-rata. Memang jumlah kartu besar ada 6 juta. Tapi dana Rp 30 ribu endapan nggak ada artinya sama sekali padahal harus investasi, tiap kali transaksi kan harus masuk server, harus ada record itu kan perlu biaya operasional. Kalau nggak ada biaya top up fee, bisnis model susah untuk survive," jelas dia.
Namun demikian, Jahja mengatakan belum menghitung angka ideal untuk penarikan biaya top up uang elektronik tersebut. "Tim kita belum lakukan perhitungan. Itu bukan buat bank, bank belum terima apa-apa," dia menandaskan.
Advertisement
Bank Indonesia (BI) memang akan memberikan kelonggaran bagi perbankan penerbit uang elektronik yang berpartisipasi dalam transaksi di jalan tol. Perbankan diperbolehkan menarik biaya (fee) dari setiap transaksi isi ulang (top up) uang elektronik yang dilakukan masyarakat.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengungkapkan, pemberian hak kepada perbankan untuk menarik fee dalam rangka percepatan penggunaan uang elektronik di jalan tol.
"Kalau tidak diberikan kesempatan untuk menarik fee setiap top up, maka untuk mendesak bank besar-besar melakukan penyediaan fasilitas top up dan sosialisasi kurang cepat," ujar Agus di Jakarta, Rabu (31/5/2017).
Penarikan fee setiap isi ulang uang elektronik ini baru berlaku pada Oktober 2017, bersamaan dengan pelaksanaan kebijakan seluruh gerbang tol harus menggunakan transaksi uang elektronik.
Saat ini, setidaknya baru sekitar 23-25 persen dari seluruh transaksi di jalan tol yang menggunakan uang elektronik. Dengan demikian, Agus menganggap masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah bersama dengan Bank Indonesia.
"Mengenai besaran fee-nya berapa, yang jelas nanti tidak terlalu besar, dan pastinya mampu membuat perbankan itu lebih luas ‎penyediaan uang elektronik dan pengguna jalan tol juga tidak terbebani," papar Agus.
Bank Indonesia telah sepakat memperluas kerjasama dengan Kementerian PUPR dalam percepatan pembayaran elektronik di jalan tol. Percepatan itu disepakati dengan melakukan beberapa tahapan.
Pertama, adanya kesepakatan untuk mewujudkan elektronifikasi jalan tol, di mana semua gardu tol sudah bisa menerima transaksi melalui uang elektronik. Rencana ini ditargetkan terwujud paling lambat Oktober 2017.
Â
Simak video menarik berikut ini: