Liputan6.com, Jakarta - Kepada Tim Konsultasi Pajak,
Saya ingin menanyakan pertanyaan mengenai wajib pajak. Ini terkait suami saya berdagang ikan dengan modal Rp 1 juta per hari. Laba yang didapatkan sebesar Rp 150 ribu per hari. Pertanyaannya, apakah suami saya termasuk wajib pajak?
Baca Juga
Terimakasih
Advertisement
selvioktavixxx@gmail.com
Jawaban:
Yth. Sdr. Selvi Oktaviani,
Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, seseorang yang bertempat tinggal di Indonesia akan menjadi Wajib Pajak apabila memperoleh penghasilan yang besarnya di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yaitu sebesar:
a. Rp 54.000.000 untuk diri WP orang pribadi;
b. Rp 4.500.000 tambahan untuk WP yang kawin;
c. Rp 54.000.000 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
d. Rp 4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Besarnya PTKP tersebut berlaku sejak tahun 2016.
Berhubung suami Saudari memperoleh penghasilan dari kegiatan usaha dalam hal ini berdagang ikan maka pengenaan pajak-nya diatur tersendiri dalam ketentuan perpajakan.
Dalam hal omzet atau penjualan ikan dalam setahun tidak lebih dari Rp 4,8 miliar maka penghasilan suami Saudari akan dihitung berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yaitu sebesar 1 persen dari jumlah penjualan.
PPh dihitung dengan mengalikan 1 persen dengan jumlah omzet satu bulan dan dibayarkan pada setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Namun ketentuan ini tidak berlaku apabila dalam menjalankan usaha berdagang ikan, suami Saudari:
a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
Dalam hal suami Saudari dalam berdagang ikan menggunakan sarana sebagaimana disebutkan di atas dan omzet-nya di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun maka pengenaan PPh atas penghasilan suami Saudari akan dikenakan berdasarkan Norma Penghasilan Neto yaitu menetapkan penghasilan neto berdasarkan persentase tertentu terhadap omzet.
Persentase untuk Pedagang hasil Perikanan adalah 20 persen (untuk 10 Kota Propinsi tertentu) dan 15 persen untuk Daerah lainnya. Penghasilan Neto setelah dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan Penghasilan Kena Pajak. Pajak Penghasilan dihitung dengan mengalikan tarif terhadap Penghasilan Kena Pajak dengan ketentuan yang berlaku saat ini sebagai berikut:
- Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp 50.000.000, dikenakan PPh dengan tarif 5 persen (lima persen);
- Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000, dikenakan PPh dengan tarif 15 persen (lima belas persen);
- Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp.500.000.000, dikenakan PPh dengan tarif 25 persen (dua puluh lima persen);
- Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 500.000.000, dikenakan PPh dengan tarif 30 persen (tiga puluh persen).
Sebagaimana Saudari sampaikan, omzet suami Saudari dari berdagang ikan adalah Rp 1 juta per hari dengan laba per hari sebesar Rp. 150.000.
Dengan laba per hari Rp 150.000 per hari atau rata-rata tidak lebih dari Rp 4,5 juta per bulan atau tidak lebih Rp 54 juta per tahun, maka dapat disimpulkan bahwa penghasilan suami Saudari tidak lebih dari Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Dengan demikian sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku, suami Saudari belum menjadi Wajib Pajak sehingga tidak perlu mempunyai NPWP dan tidak wajib menyampaikan SPT.
Salam,
Aldonius, S.E.
Konsultan Pajak – Citas Konsultan Global
Jl. Ciputat Raya No. 28 C Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: