Sukses

Strategi Sri Mulyani Kelola Utang Supaya Tetap Aman

Pemerintah akan tetap menjaga utang supaya tidak melewati batas karena dianggap dapat membahayakan ekonomi dan keuangan negara.

Liputan6.com, Jakarta - Utang pemerintah tercatat sebesar Rp 3.672 triliun, sedangkan rasio utang terhadap Produk DOmestik Bruto (PDB) di bawah 30 persen. Jumlah ini diklaim masih jauh dari batas toleransi yang ditetapkan dalam Undang-undang (UU) Keuangan Negara sebesar 60 persen terhadap PDB, karena pemerintah terus berupaya mengelola utang agar tetap aman.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, telah terjadi penurunan beban biaya bunga pada utang pemerintah, karena perolehan peringkat layak investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat dunia Standard & Poors.

"Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita dianggap stabil sehingga beban seluruh surat utang kita turun hampir 150 basis poin. Itu adalah sesuatu yang menggambarkan kalau pengelolaan keuangan negara baik, maka kita bisa mengurangi beban utang," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/7/2017).

Pemerintah, kata Sri Mulyani, akan tetap menjaga utang supaya tidak melewati batas karena dianggap dapat membahayakan ekonomi dan keuangan negara. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebut, batas defisit yang diperbolehkan tidak lebih dari 3 persen, dan rasio utang pemerintah melampaui 60 persen terhadap PDB.

"Tapi saat ini defisit kita dijaga di bawah 3 persen, dan total rasio utang pemerintah masih di bawah 30 persen," jelasnya.

Lebih jauh Sri Mulyani menyatakan, utang jatuh tempo rata-rata di atas 8 tahun. "Kalau ada utang jangka pendek dan jangka panjang, harus bisa didanai dan pada saat jatuh tempo bisa dibayarkan dengan penerimaan negara," ujarnya.

Strategi pengelolaan utang pemerintah lainnya, diakui Sri Mulyani juga memberikan kepastian mengenai arah fiskal jangka panjang. Jadi setiap kebijakan perlu dilihat dengan kemampuan membayar dalam jangka panjang.

"Misalnya kita menjanjikan semuanya gratis tidak bayar, itu bisa terjadi karena ada yang membayar dalam bentuk utang. Seperti pensiun, kesehatan, BPJS, pendidikan, subsidi, apakah kita buat kebijakan yang seimbang dengan peran menjaga daya beli masyarakat yang masih rentan dengan kemampuan negara untuk membiayai?" terangnya.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara menyatakan, saat global dipenuhi ketidakpastian, ada risiko terhadap utang yang perlu diwaspadai pemerintah.

"Penerbitan utang saat kondisi dunia volatile, kita akan terpapar risiko yang lebih tinggi. Bunga yang harus kita bayar lebih tinggi karena investor biasanya akan menahan pembelian, mereka mau beli surat utang kita kalau bunga tinggi," terangnya.

 

Tonton Video Menarik Berikut Ini: