Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Impor Berisiko Tinggi dalam rangka mengamankan penerimaan negara. Dalam pelaksanaannya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggandeng pimpinan instansi penegak hukum.
Pembentukan satgas mendapat komitmen kuat dari Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Kepolisian Tito Karnavian, Jaksa Agung M Prasetyo, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Badaruddin, serta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang.
Sri Mulyani mengungkapkan, impor berisiko tinggi memiliki peluang penyelewengan yang lebih besar, sehingga dapat mengakibatkan beredarnya barang-barang ilegal.
Baca Juga
Advertisement
Dengan penertiban impor berisiko tinggi, volume peredaran barang ilegal dapat menurun dan akhirnya mendorong perekonomian dalam negeri, serta mengoptimalkan penerimaan negara.
"Kita ditargetkan mengumpulkan penerimaan negara Rp 1.750 triliun, baik dari perpajakan maupun non pajak. Untuk bisa mencapai hasil optimal, keseluruhan sistem dibersihkan, kerja sama dengan Kapolri, Jaksa Agung, dan TNI untuk menjaga penerimaan negara," terang Sri Mulyani saat Konferensi Pers di Gedung DJBC, Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Kementerian Keuangan, katanya, sedang melakukan reformasi perpajakan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Reformasi tersebut dilaksanakan setelah peristiwa penangkapan ‎pegawai Kemenkeu di Pelabuhan Tanjung Priok pada 2008.
"Presiden menginstruksikan meningkatkan penerimaan negara dan memerangi korupsi yang tidak bisa dijalankan seorang diri. Kita tidak melihat ke belakang, kita ingin melayani pengusaha secara baik, kita perbaiki sistem, tingkah laku aparat," tegas Sri Mulyani.
Satgas Penertiban Impor Berisiko Tinggi akan diketuai Menkeu Sri Mulyani melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kepolisian, Kejaksaan Agung, Panglima TNI, Kementerian Perdagangan, Kepala KSP, dan Kepala PPATK.
Sementara itu, Jaksa Agung M Prasetyo ‎menyatakan, praktik-praktik impor berisiko tinggi dan barang ilegal akan mematikan industri dalam negeri, dan mengurangi optimalisasi penerimaan di sektor perpajakan. Karena selama ini upaya penertiban impor bersifat parsial atau jalan masing-masing.
"Jadi membentuk Satgas Penertiban Impor Berisiko Tinggi sangat strategis, bersinergi antar Kementerian/Lembaga terkait supaya upaya pencegahan dan penindakan berjalan baik," ujarnya.
Praktik impor berisiko tinggi, lanjut Prasetyo perlu menggunakan rezim hukuman untuk menjaring pelaku supaya pelaku kejahatan tidak lagi memiliki ruang gerak dan lolos dari jerat hukum. "Jadi kami mendukung sepenuhnya sinergi ini sehingga praktik-praktik ini bisa berukuran, atau dihilangkan," paparnya.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menurunkan, ‎yang dimaksud barang impor berisiko tinggi, antara lain tekstil, minuman keras, dan barang elektronik. "Bukan berarti hanya tiga jenis barang itu yang ditertibkan. Kita akan melaporkan secara berkala hasil kegiatan operasional di lapangan kepada tim Satgas," jelasnya.
Dalam jangka pendek, Ditjen Bea Cukai akan menjalankan kegiatan taktis operasional melalui pengawasan kinerja internal, kerja sama dengan aparat penegak hukum, dan Kementerian Lembaga, serta asosiasi. ‎Jangka panjangnya, akan membangun sistem kepatuhan pengguna jasa melalui revitaalisasi manajemen risiko operasional.
Tonton video menarik berikut ini: