Sukses

Komentar Menko Darmin soal Kasus Pengoplos Beras Subsidi

Tim Satgas Pangan menggerebek gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (IBU).

Liputan6.com, Jakarta - Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan dan Operasi Penurunan Harga Beras Mabes Polri menggerebek gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (IBU), anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPS). Perusahaan ini diduga melakukan praktik curang dengan mengganti kemasan beras bersubsidi dengan kemasan baru yang bermerek dan berkualitas.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku tidak ingin ikut campur terlalu jauh mengenai kasus pengoplos beras premium dan subsidi yang saat ini tengah diselidiki Kepolisian. Kasus tersebut sudah masuk ranah hukum.

"Biar saja proses hukum berjalan, jadi lebih baik jangan mengomentari terlalu banyak, masa kita mau menghakiminya. Kita lihat nanti mereka melakukan pelanggaran apa, bagaimana pembelaan diri perusahaan karena harus dengan bukti-bukti yang jelas," ujar Darmin di kantornya, Jakarta, Minggu (23/7/2017).

Darmin menuturkan, tidak ada larangan bagi seseorang atau perusahaan untuk menjual beras yang sudah disortir menggunakan merek tertentu dan dibanderol dengan harga umum. "Dia jual beras yang sudah disortir pakai merek dan harga umum, ya tidak ada larangannya. Jadi lebih baik tunggu proses hukumnya bagaimana," ujar dia.

Untuk diketahui, Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, dari hasil penggerebekan itu, diketahui PT IBU dan PT SAKTI menjual beras subsidi yang sudah dioplos atau dipalsukan menjadi beras premium dengan harga lebih tinggi dari seharusnya.

Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan, jika kerugian negara terkait dugaan pemalsuan dan pengoplosan beras subsidi di gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (IBU) benar mencapai Rp 10 triliun.

"Hitungan kerugiannya seperti ini, yaitu harga beras di petani sekitar Rp 7.000/kg dan harga premium di konsumen sampai Rp 20.000/kg. Jika diasumsikan selisih harga ini minimal Rp 10.000/kg dengan pengkalian beras premium yang beredar 1,0 juta ton atau 2,2 persen dari beras 45 juta ton setahun, maka kerugian keekonomian ditaksir Rp 10 triliun," ujar Kepala Subbidang Data Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi, Ana Astrid.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

Â