Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Pertanian Dwi Andreas Santosa menyatakan semua petani beras di Indonesia menggunakan pupuk dan beras yang disubsidi oleh pemerintah. Oleh sebab itu, aneh jika Kementerian Pertanian (Kementan) mempermasalahkan penyerapan beras milik petani oleh PT Indo Beras Unggul (IBU).
Dwi menyatakan, jika memang yang dipermasalahkan adalah unsur subsidi dalam beras petani yang dibeli oleh PT IBU, maka mau tidak mau perusahaan beras harus mengimpor dari beras dari luar negeri. Sebab, seluruh beras yang diproduksi di dalam negeri merupakan hasil dari benih dan pupuk subsidi.
"Tolong ditunjukkan mana petani yang menanam sendiri tanpa menggunakan pupuk dan benih bersubsidi. Enggak ada. Seluruh petani menggunakan pupuk dan benih bersubsidi, terutama petani tanaman pangan. Itu kemudian ditampung oleh perusahaan beras," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (25/7/2017).
Advertisement
Selain itu, ucap Dwi, jika ada perusahaan yang diperkarakan lantaran menyerap beras tersebut dari petani, maka semua perusahaan beras di Indonesia bisa dikenai tuntutan hukum. Hal ini yang dinilai Dwi harus ditinjau lagi.
"Kalau pelaku usaha beras tidak boleh menyerap beras petani yang ada komponen subsidinya, maka semua pengusaha bisa ditangkap," ujar dia.
Baca Juga
Diberitakan sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyayangkan aksi yang dilakukan oleh PT Indo Beras Unggul (IBU) yang diduga memalsukan kualitas beras dari jenis IR 64 menjadi beras premium. Padahal, beras IR 64 merupakan beras yang seharusnya dijual dengan harga terjangkau.
Amran mengungkapkan, pemerintah telah memberikan subsidi kepada para petani yang menanam padi hingga menghasilkan beras dengan jenis IR 64 dan sejenisnya. Subsidi tersebut diberikan dalam bentuk pupuk, benih, alat mesin pertanian (alsintan) dan lain-lain.
"Beras di tingkat petani setara dengan IR 64. Kemudian pemerintah mensubsidi input. Yang disubsidi adalah pupuk kurang lebih Rp 30 triliun, kemudian kita subsidi benih, lalu alsintan. Sehingga hasil per hektare atau per ton itu di dalamnya ada subsidi negara, karena kita subsidi input. Jadi, tolong penjelasan ini disampaikan ke publik," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Menurut Amran, yang menjadi persoalan selanjutnya adalah beras IR 64 dan sejenisnya tersebut semestinya dijual pada kisaran Rp 7.000-Rp 9.000 per kg. Namun, PT IBU malah menjual dengan harga di atas Rp 20.400 lantaran dikemas sebagai beras premium.
"Rata-rata harga di seluruh Indonesia kurang lebih Rp 7.000 per kg beras. Kemudian di beberapa supermarket, sudah ada yang kita cek, itu ada yang sampai Rp 25 ribu. Dari Rp 7.000 jadi 25 ribu. Itu kenaikannya berapa, 200 persen. Ada yang Rp 25 ribu ada yang Rp 20.400, dan seterusnya," kata dia.
Padahal, ujar Amran, tujuan pemerintah memberikan subsidi kepada petani beras adalah agar harga beras yang dijual tingkat konsumen bisa lebih terjangkau. Selain itu, pemberian subsidi ini juga agar petani dan pedagang bisa mendapatkan keuntungan yang wajar dan tidak berlebihan.
"Sedangkan tujuan subsidi pemerintah untuk sektor pertanian, bagaimana petani ini kesejahteraannya meningkat. Tapi konsumen untuk pangan, karena ini untuk hajat hidup orang banyak, ini harga komoditas strategis, bagaimana konsumen membeli dengan murah, membeli dengan nilai yang murah, dan bukan hanya beras," jelas dia.
Oleh sebab itu, kata Amran, pemerintah akan berupaya memperpendek rantai pasokan pangan seperti beras. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi aksi curang yang dilakukan oleh pengusaha beras.
"Solusinya ke depan kita memperpendek rantai pasok nanti bersama satgas pangan, Kemendag, bersama BUMN. Agar petani untung, kemudian pengusaha untung, konsumen tersenyum," ucap dia.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: