Liputan6.com, Jakarta - Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menetapkan defisit fiskal sebesar Rp 397,24 triliun atau 2,92 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah optimistis defisit tersebut dapat dikendalikan ke level 2,67 persen sesuai outlook, sehingga tidak akan mengkhawatirkan investor.
"Kita sudah komunikasi kepada seluruh stakeholder yang memiliki kepentingan terhadap outlook APBN," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Sri Mulyani menyadari bahwa pemerintah perlu mewaspadai defisit anggaran sebesar 2,92 persen di APBN-P 2017. "Kita sadar, angka ini perlu diwaspadai dan perlu untuk dikendalikan," ucap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Advertisement
Lebih jauh ia menuturkan, berdasarkan pengalaman penyerapan belanja seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah 10 tahun terakhir, pemerintah memperkirakan pada kisaran 97 persen, dengan rata-rata 95 persen dari total belanja.
Baca Juga
"Dengan proyeksi tersebut, kita meyakini defisit 2,92 persen itu bisa ditekan ke level 2,67 persen (outlook) hingga akhir tahun ini. Dengan begitu, defisit bisa lebih kecil dan tambahan utang bisa ditekan," ujar Sri Mulyani.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan, defisit anggaran tidak bisa melebihi 3 persen. Hal tersebut merupakan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 17 tentang Keuangan Negara.
Terkait wacana pelebaran defisit, Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan, jika itu dilakukan mesti ada revisi UU. Memang, tuturnya, banyak negara yang punya defisit di atas 3 persen.
"Jadi kalau seandainya ada wacana membuat anggaran defisit lebih 3 persen harus dimulai dengan mengubah UU dahulu. Jadi saya mengerti karena kalau kita melihat negara-negara tetangga kita atau di luar banyak yang fiskalnya atau budgetnya defisit di atas 3 persen. Tapi UU Keuangan Negara yang meminta agar defisit dari budget itu tidak boleh lebih 3 persen," kata dia.
Dalam ketentuan tersebut, ujar dia, juga adanya pembatasan rasio utang sampai 60 persen. "Dan juga diminta agar rasio utang tak boleh lebih 60 persen dari GDP, itu pun juga rasio yang baik. Jadi kalau seandainya ada wacana itu tak bisa dilakukan karena harus dilakukan perubahan UU," tutur dia.
Meski begitu, Agus mengatakan, defisit 3 persen disusun dengan acuan reformasi fiskal Indonesia. Dan itu menggunakan acuan global dalam menjaga stabilitas perekonomian.
"Tapi 3 persen ini memang disusun dengan niat menjadi bagian reformasi fiskal Indonesia. Jadi 3 persen kami berpandangan itu baik, sejalan dengan global best practice dan itu sehat untuk menjaga stabilitas dan konsistensi ekonomi Indonesia," ucapnya.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: