Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan praktik curang PT Indo Beras Unggul (PT IBU) memberi efek panik pada pengusaha ritel. Para pengusaha ritel kebingungan atas nasib beras yang mereka jual.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey usai rapat dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
"Iya (panik) karena sempat kebingungan ada yang mengacaukan situasi yang lagi ada penyidikan PT IBU, kemudian bagaimana beras-beras itu yang sekarang ada di toko ritel," kata dia Kantor KPPU Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Advertisement
Bukan hanya itu, Roy juga khawatir terkait penerapan harga eceran tertinggi (HET) pada beras.
"Kemudian dengan HET yang sempat bergulir itu, sempat bingung ini bagaimana ini perdagangan beras yang diharapkan," ujar dia.
Namun demikian, dia mengaku lega pasalnya masalah tersebut sudah ditindaklanjuti oleh KPPU. Terlebih, sejumlah kesepakatan telah terjadi dan akan ditindaklanjuti oleh kementerian terkait.
berbarengan dengan itu, dalam rapat ini juga ditegaskan jika kepolisian tidak akan melakukan razia. Rapat ini sendiri juga dihadiri oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Polri Brigjen Agung Setya.
Baca Juga
"Maksudnya oleh Satgas Pangan mereka tidak minat melakukan razia-razia seperti itu karena satu hal yang beda, yang tidak ada keterkaitan yang mereka sidik, temuan di PT IBU dan perdagangan secara nasional. Ini dua hal yang beda," ungkapnya.
Dari pertemuan tersebut, Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, ada beberapa poin kesepakatan dengan pemangku kepentingan. "Ini rapat kedua yang dilakukan dari hasil pertemuan kemarin kita sepakat ketemu lagi," kata dia.
Kesepakatan yang ada ialah memperbaiki tata niaga beras dari hulu sampai hilir. Diharapkan, upaya ini dapat memberi keuntungan semua pihak.
Adapun kesepakatannya yakni mengusulkan kepada Menteri Perdagangan terkait pemisahan harga eceran tertinggi (HET) pada beras untuk kelas menengah atas dan menengah bawah.
"Teman-teman di sini ingin mengusulkan pemerintah supaya ke depan dalam penetapan HET itu memisahkan pasar kelas menengah bawah dan pasar menengah atas. Di mana menengah bawah yang jumlah penduduk kita paling banyak di situ diusulkan diregulasi oleh pemrintah lewat mekanisme HET. Yang kelas menengah atas akan cari formulasinya sehingga bisa dilakukan melalui mekanisme supply dan demand di pasar," jelas dia.
Kesepakatan kedua yakni mendorong pemerintah meningkatkan peran Perum Bulog. Syarkawi mengatakan, Bulog sendiri saat ini hanya menyerap 10 persen beras nasional.
"Kedua teman-teman sepakat mendorong pemerintah memperkuat Bulog yang sekarang ini pangsanya dalam menyerap beras nasional hanya kurang 10 persen kalau bisa ditingkatkan perannya sehingga bisa menyerap paling tidak 20 persen dari total produksi beras nasional," jelas dia.
Ketiga, mendorong revisi aturan Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam kesepakatan itu meminta pemerintah supaya penerapan beras kelas menengah atas bersifat mandatory dari saat ini sukarela (voluntary).
"Kemudian khusus SNI perlu revisi terkait ketentuan-ketentuan item-item yang menjadi SNI sehingga perbedaan beras yang diperuntukan kelas menengah bawah dan upper kelas, benar-benar ada perbedaanya," tambah dia.
Kesepakatan selanjutnya, mendorong untuk memperpendek rantai distribusi. Caranya, melalui mekanisme pasar lelang. Mekanisme ini sendiri sebenarnya sudah ada di Pasar Induk Cipinang.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: