Liputan6.com, Jakarta Penurunan daya beli masyarakat disebut-sebut sebagai penyebab lesunya penjualan produk dan jasa di sejumlah sektor seperti ritel. Namun apakah benar hal ini hanya disebabkan oleh daya beli masyarakat?
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, penurunan penjualan di banyak sektor bukan hanya disebabkan oleh melemahnya daya beli, apalagi oleh golongan berpendapatan bawah yang memang daya belinya lemah.
Menurut dia, penyebab utamanya yaitu lantaran golongan kelas menengah menahan belanjanya (delayed purchase). Buktinya, jika dilihat dari data pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan selama sembilan bulan terakhir justru meningkat.
"Namun, peningkatan DPK ini terjadi pada simpanan jangka panjang (deposito) dan giro. Sebaliknya, DPK dalam bentuk tabungan jangka pendek melambat. Artinya, mereka yang menyimpan uang bank cenderung untuk semakin membatasi belanjanya dalam waktu dekat," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (30/7/2017).
‎Faisal menjelaskan, pertumbuhan DPK dalam valuta asing dalam sembilan bulan terakhir juga meningkat tajam. Ini terjadi sejalan dengan perbaikan ekonomi dunia dan peningkatan harga sejumlah komoditas andalan Indonesia yang mendorong aktivitas ekspor-impor.
"Sayangnya, peningkatan pendapatan tersebut tidak lantas ditransmisikan ke konsumsi di dalam negeri," lanjut dia.
Selain itu, alasan masyarakat menahan konsumsi di dalam negeri karena berkurangnya optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi. "Hasil survei Bank Indonesia (BI) pada Juni menunjukkan kembali melemahnya indeks ekspektasi dan kepercayaan konsumen terhadap kondisi ekonomi dan daya beli selama enam bulan ke depan, meskipun sempat menguat di awal tahun," tandas dia.
Advertisement