Sukses

Pengusaha Hotel Ketar Ketir Jokowi Pangkas Belanja Rp 16 Triliun

Pengusaha memperkirakan bakal terjadi pengurangan maupun pembatalan pesanan kamar hotel, paket rapat yang biasa dilakukan kementerian.

Liputan6.com, Jakarta Pemotongan belanja barang Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 16 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 diyakini akan berdampak pada industri hotel dan restoran nasional. Pengusaha memperkirakan bakal terjadi pengurangan maupun pembatalan pesanan kamar hotel, paket rapat yang biasa dilakukan K/L.
 
Kondisi ini merupakan dampak dari Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Efisiensi Belanja Barang K/L senilai Rp 16 triliun di 2017. Pemangkasan belanja, meliputi perjalanan dinas, paket meeting, honorarium tim atau kegiatan, belanja operasional perkantoran, belanja jasa, dan lainnya.
 

Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani mengatakan, pemangkasan anggaran K/L akan berdampak terhadap pertumbuhan okupansi hotel baik, terutama di daerah mengingat pemesanan kamar hotel dan paket rapat paling besar dari kalangan pemerintahan.
 
"Dampaknya ke pertumbuhan okupansi hotel, terutama di daerah. Itu bisa drop banget karena kan porsi klien pemerintahan bisa sampai 50 persen di daerah. Kalau di kota-kota besar, paling pasar kalangan pemerintahan cuma 30 persen," jelasnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (31/7/2017).
 
Hariyadi mengatakan, dengan pemangkasan anggaran K/L, bukan hanya pengusaha atau pengelola hotel yang terkena imbas, tetapi juga para petani, peternak, pedagang sayur mayur hingga karyawan yang menjadi bagian dari mata rantai industri hotel.
 
"Di industri hotel ada lebih dari 120 suplai chain, mulai dari petani, pedagang, suplier kebutuhan hotel. Semua akan kena dampaknya," tegas Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu.  
 
Hariyadi lebih jauh memperkirakan bakal terjadi penurunan okupansi hotel dan omset restoran karena terkena dampak pemangkasan anggaran pemerintah. Tak terkecuali, adanya pembatalan yang sudah di booking 2-3 bulan sebelumnya.
 
"Waktu itu 2014-2015 kami sudah terpukul dengan adanya aturan larangan PNS rapat di hotel. Tahun lalu juga ada penghematan anggaran, dan sekarang efisiensi anggaran, jadi kami kehantam terus," ujarnya.
 
Ia memproyeksikan, dampak pemotongan anggaran tahun ini akan menyeret ke bawah pertumbuhan industri hotel dan restoran di kisaran 10 persen. Perkiraan tersebut lebih rendah dari pertumbuhan sekitar 15 persen di 2016.
 
Menurut Hariyadi, industri hotel dan restoran nasional mirip dengan kondisi industri ritel. Kelesuan ini disebabkan karena pelemahan daya beli masyarakat, ditambah over suplai lantaran adanya penambahan kamar. Sebagai contoh, apartemen kini dijual sebagai hotel, kos-kosan diubah bak hotel harian.
 
"Banyak libur di semester I juga tidak bagus ke okupansi hotel. Karena daya beli masyarakat cukup tertekan, libur panjang justru tidak otomatis berpengaruh menaikkan okupansi hotel," tuturnya.    
 
Harapan Hariyadi besar di tahun depan. PHRI, katanya, sedang mengerjakan promosi bersama Wonderful Indonesia dengan meng-create pasar-pasar baru di 2018. "Mendatangkan 1 turis, maka bisa menggerakkan 3 wisatawan lokal sehingga multiplier effect-nya 3 kali lipat," jelas Hariyadi.
 
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, adanya pemangkasan belanja operasional akan berdampak pada sektor jasa perhotelan dan restoran.
 
"Di tengah melemahnya daya beli masyarakat, penghematan belanja pemerintah akan memukul pendapatan kedua jenis jasa ini. Karena tahun lalu, akibat penghematan belanja, pertumbuhan jasa perhotelan turun drastis dari 8,26 persen di kuartal I menjadi 4 persen di kuartal IV," terangnya.
 
Tonton video menarik berikut ini: