Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta menghapus sejumlah aturan terkait taksi online. Salah satunya perihal tarif batas atas dan bawah yang diatur dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia Muslich Asikin mengatakan, tidak semua hal harus diatur pemerintah, termasuk soal tarif bagi taksi online.
Menurut dia, selama ini masyarakat tidak pernah mengeluh soal besar tarif yang ditetapkan perusahaan aplikasi transportasi online.
Advertisement
Baca Juga
"Tidak semuanya harus diurus oleh pemerintah, ini transportasi online sebuah peluang. Bukan siapa yang menang, siapa yang kalah. Kan yang ngangkut senang, yang bayar senang. Tapi ini kok sama pemerintah malah tidak boleh. Ini aneh. Saya bersedia membayar (taksi online) ini karena jauh lebih murah," ujar dia di kawasan Cikini, Jakarta, Kamis (3/8/2017).
Selain itu, lanjut Muslich, pemerintah juga tidak perlu mengatur soal kewajiban pemasangan stiker pada taksi online. Pemasangan stiker pada [taksi online]((3043571 "") justru dinilai akan memicu aksi kriminal dari pihak-pihak yang kontra terhadap adanya transportasi daring ini.
"Ini mereka kan sudah terdaftar, sudah tergabung di koperasi. Sudah ada copy STNK, SIM, surat kelakuan baik. Di PM 26 itu atur macam-macam, kurangi saja yang tidak perlu seperti pakai stiker, ini sudah era digital. Pakai stiker malah menimbulkan masalah keamanan, bisa dikerjai orang," ungkap dia.
Menurut Muslich, yang perlu diatur oleh pemerintah hanya soal perpajakan dan keamanan dari alat transportasinya melalui uji KIR. Selebihnya, harus diserahkan kepada pasar agar bisnis yang terkait dengan teknologi semacam ini bisa tumbuh dengan baik di Indonesia.
"(Yang perlu diatur) Tentang perpajakan, KIR. Pemerintah melakukan pengawasannya juga harus pakai teknologi," tandas dia.
Tonton video menarik berikut ini: