Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01 persen di kuartal II-2017 atau meleset dari perkiraan pemerintah di atas 5,1 persen. Penyebabnya karena keterlambatan penyaluran gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta melambatnya pertumbuhan industri prioritas penopang ekonomi nasional.
"Pertumbuhan ekonomi di kuartal II sebesar 5,01 persen sama persis dengan kuartal I lalu. Pertumbuhan ekonomi ini masih di bawah ekspektasi," kata Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk di kantornya, Jakarta, Senin (7/8/2017).
Untuk diketahui, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sebelumnya memperkirakan ekonomi Indonesia mampu bertumbuh di atas 5,1 persen di kuartal II-2017.
‎Kecuk menjelaskan, sumber pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2017 sebesar 5,01 persen, berdasarkan lapangan usaha, berasal dari industri‎ pengolahan 0,76 persen yang porsinya mengecil dibanding kuartal I-2017 sebesar 0,92 persen dan 1 persen di kuartal II-2016.
Nasib sama terjadi pada industri perdagangan dari 0,55 persen pada kuartal II tahun lalu, menjadi 0,66 persen di kuartal I ini dan turun lagi menjadi 0,51 persen di kuartal II ini.
Pertumbuhan industri pengolahan di kuartal II ini menjadi 3,54 persen dibanding kuartal II-2016 sebesar 4,63 persen. Salah satunya industri makanan dan minuman yang tumbuh melambat dari 8,13 persen menjadi 7,19 persen.
Industri pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh melambat dari 3,44 persen menjadi 3,33 persen karena adanya pergeseran panen raya dan gangguan hama. Juga perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor mengalami perlambatan pertumbuhan dari 4,10 persen menjadi 3,76 persen.
"Industri-industri ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah karena kontribusi ke pertumbuhan ekonomi cukup besar dengan penyerapan tenaga kerja lebih banyak," Kecuk menerangkan.
Berdasarkan pengeluaran, pertumbuhan ekonomi nasional 5,01 persen di kuartal II-2017 disumbang dari konsumsi rumah tangga dengan pertumbuhan 4,95 persen atau melambat dibanding periode sama sebelumnya sebesar 5,07 persen. Pertumbuhan ekspor 3,36 persen, konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga 8,49 persen, dan impor tumbuh 0,55 persen.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi pun mengalami pertumbuhan signifikan dari 4,18 persen di kuartal II-2016 menjadi 5,35 persen di kuartal II-2017. Pertumbuhan ini didorong oleh investasi berupa bangunan, kendaraan, dan peralatan lainnya.
Sayangnya, laju pertumbuhan ekonomi tertahan‎ karena kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah yang tercatat negatif 1,93 persen dibanding kuartal yang sama tahun lalu 6,23 persen.
Kecuk beralasan, realisasi belanja pegawai di kuartal II sebesar Rp 85,83 triliun atau turun 0,44 persen dibanding kuartal II tahun lalu. Dan realisasi belanja barang yang turun 7,11 persen sebesar Rp 62,96 triliun.
"Pembayaran gaji ke-13 mundur, yang tahun lalu jatuh pada Juni, tapi tahun ini masuk di Juli. Jadi kontribusinya baru terasa di kuartal III. Efisiensi belanja barang, seperti perjalanan dinas pun berpengaruh," paparnya.
Meski terkontraksi, namun belanja bantuan sosial justru meningkat 18,61 persen dibanding kuartal II tahun lalu terutama untuk bantuan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.
Secara keseluruhan, sumber pertumbuhan ekonomi berdasarkan pengeluaran konsumsi rumah tangga porsinya turun dari 2,72 persen, kini menjadi 2,65 persen. PMTB atau investasi justru meningkat dari 1,33 persen menjadi 1,69 persen, dan net ekspor melambat menjadi 0,59 persen.
"Menurut saya sih bagus, sumbernya sekarang ke investasi, jadi tidak konsumtif," tandas Kecuk.
Pencairan Anggaran Lambat Bikin Ekonomi Tumbuh di Bawah Harapan
BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01 persen di kuartal II-2017
Advertisement