Sukses

Andalkan Jamu Modern, Sido Muncul Yakin Tetap Berjaya

Sido Muncul saat ini tidak hanya memproduksi jamu tradisional, tetapi juga jamu yang lebih modern.

Liputan6.com, Jakarta Produsen jamu Nyonya Meneer diputus pailit setelah hampir seabad berdiri. Imbas hal itu, industri jamu yang lain menjadi sorotan karena dikhawatirkan mengalami nasib serupa, salah satunya PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO).

Menanggapi ini, Direktur Keuangan Sido Muncul Venancia Sri Indrijati mengatakan, perusahaan saat ini tidak hanya memproduksi jamu tradisional, tetapi juga jamu yang lebih modern.

Bahkan produksi jamu tradisional hanya 15 persen dari total yang dibuat perusahaan. Ini berbeda dengan perusahaan lain yang bergelut penuh dengan jamu tradisional.

"Apakah ada pengaruh terhadap bisnis kita, tadi kita sampaikan produknya juga beda. Kalau mungkin Nyonya Meneer di tradisional jamu, kita tradisional jamu kita kira-kira 15 persen," kata dia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu (9/8/2017).

Dia menuturkan, sebagian besar jamu Sido Muncul merupakan jamu modern. Artinya, Produk Sido Muncul tak bisa dibandingkan secara langsung dengan perusahaan lain. "Jadi lainnya sudah jamu modern seperti Tolak Angin dan sejenisnya. Jadi tidak bisa dibandingkan apple to apple," ungkap dia.

Meski demikian, kendati masih tradisional, jamu produksi Sido Muncul memiliki pelanggan setia. Alhasil, perseroan tak berniat menghapus produk tersebut.

"Produk kita yang tradisional memang masih ada market-nya, masih ada user-nya, dan itu stabil sepanjang ada permintaan kita tidak akan kami hapuskan," dia menuturkan.

Patut diketahui, perseroan membagi produknya menjadi tiga segmen. Pertama, herbal dan suplemen dengan produk seperti Tolak Angin.

Kemudian, food and beverages seperti permen, Kuku Bima Energ-G!, kopi jahe, susu jahe, dan lain sebagainya. Ketiga pharmaceutical, yakni berupa obat-obatan yang dihasilkan PT Berlico Mulia Farma.

Seperti diketahui, perusahaan jamu legendaris Nyonya Meneer akhirnya tumbang juga. Pengadilan Negeri (PN) Semarang memutuskan pailit kepada perusahaan jamu yang telah berdiri sejak 1919 tersebut. Keputusan PN Semarang tersebut karena Nyonya Meneer gagal membayar kewajiban utang kepada kreditor.

Terkait ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro sebelumnya mengatakan, secara umum ada masanya perusahaan datang dan pergi. Di Amerika Serikat (AS), perusahaan-perusahaan besar tidak sanggup menghadapi melawan perubahan yang terjadi.

 "Intinya, perusahaan itu datang dan pergi. Di negara maju seperti AS saja, banyak perusahaan besar tidak berdaya menghadapi gejala perubahan yang luar biasa, dan kemudian menggantikan peran mereka. Contohnya, toko buku sebesar Barnes & Noble sudah hampir menghentikan usahanya," jelas Bambang di kantornya, Jakarta, Jumat (4/8/2017).

Menurut Bambang, telah terjadi perubahan atau kemajuan zaman yang menuntut manajemen perusahaan, termasuk Nyonya Meneer mengikuti derap langkah bisnis. Di industri jamu, ia mencermati bahwa ada perusahaan jamu yang justru mendulang untung besar karena mampu berinovasi di era yang serba digital ini.

Ia berpendapat, hanya perusahaan yang memiliki daya saing, mampu beradaptasi pada perubahan teknologi, zaman, gaya hidup, maupun permintaan masyarakat lah yang dapat bertahan hidup. Pernyataan Bambang ini menepis bahwa pailitnya Nyonya Meneer akibat pelemahan daya beli atau kelesuan dunia usaha di Indonesia.

"Permintaan itu bisa berubah sewaktu-waktu lho. Kalau dulu orang beli langsung secara fisik, sekarang beli online lebih mudah. Kita tidak bisa menyalahkan dunia usaha lesu, kalau transaksi tetap berjalan," pungkas Mantan Menteri Keuangan itu.


Tonton video menarik berikut ini: