Liputan6.com, Jakarta Utang pemerintah pusat hingga akhir Juli 2017 mencapai Rp 3.779,98 triliun. Jumlah tersebut naik Rp 73,47 triliun dibanding posisi Rp 3.706,52 triliun sampai dengan Juni lalu.
Dari keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (18/8/2017), utang senilai Rp 3.779,98 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.045,0 triliun (80,6 persen) dan pinjaman sebesar Rp 734,98 triliun (19,4 persen).
"Penambahan utang neto selama Juli 2017 adalah sebesar Rp 73,47 triliun," kata Direktur Jenderal PPR, Robert Pakpahan.
Advertisement
Kenaikan utang sebesar Rp 73,47 triliun, berasal dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 65,50 triliun dan penarikan pinjaman (neto) sebesar Rp 7,96 triliun.
Jika dilihat total outstanding utang senilai Rp 3.779,98 triliun sampai dengan bulan ketujuh ini setara dengan rasio 28,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah tersebut masih jauh dari batas toleransi dalam aturan internasional sebesar 60 persen dari PDB.
Baca Juga
Sementara untuk memenuhi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah menambah utang neto sebesar Rp 264,52 triliun sepanjang Januari-Juli 2017. Berasal dari kenaikan SBN sebesar Rp 264,39 triliun dan penarikan pinjaman sebesar Rp 0,13 triliun.
"Tambahan pembiayaan utang memungkinkan kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial," Robert mengatakan.
Utang pemerintah, terutama yang berasal dari pinjaman diarahkan untuk pembiayaan proyek yang dilaksanakan beberapa Kementerian/Lembaga (K/L).
Hingga Juli 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pertahanan mendapat porsi terbesar dalam hal pemanfaatan pinjaman untuk pembiayaan proyek (66,43 persen dari akumulasi penarikan pinjaman proyek oleh K/L).
Berdasarkan sektornya, porsi terbesar pemanfaatan utang pemerintah ditujukan ke sektor Keuangan, jasa, dan bangunan (75,79 persen dari total outstanding pinjaman), di samping beberapa sektor ekonomi lainnya.
Menurut Robert, pemerintah berupaya mengelola risiko utang dengan baik dan berhati-hati, termasuk mengelola risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar, dan risiko pembiayaan kembali.
Indikator risiko utang pada Juli 2017 menunjukkan bahwa rasio utang dengan tingkat bunga mengambang (variable rate) sebesar 11,1 persen dan refixing rate pada level 18,7 persen dari outstanding. Sedangkan dalam hal risiko tingkat nilai tukar, rasio utang dalam mata uang asing terhadap total utang adalah sebesar 41,5 persen.
Berkaitan dengan risko pembiayaan kembali, Average Time to Maturity (ATM) berada pada 8,9 tahun, sedangkan utang jatuh tempo dalam 5 tahun sebesar 38,9 persen dari outstanding.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: