Sukses

Sri Mulyani Khawatir Generasi Muda RI Kalah dengan Robot

Menkeu Sri Mulyani menuturkan, Indonesia selain bangun infrastruktur juga harus investasi di bidang inovasi, riset dan pengembangan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Selain membangun infrastruktur, Indonesia perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sebab, banyaknya jumlah SDM merupakan salah satu kelebihan Indonesia jika mampu dikelola dengan baik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia bisa lebih kompetitif jika SDM-nya maju. Oleh sebab itu, pemerintah tidak hanya mendorong pembangunan infrastruktur tetapi juga meningkatkan kualitas SDM agar tidak tergerus dengan teknologi yang terus berkembang.

"Di Asia adalah negara paling miskin, tapi paling kaya dari SDA. Jadi kalau bicara infrastruktur adalah suatu infrastruktur dan Indonesia bisa kompetitif dengan rakyatnya maju. Dan kita perlu membangun infrastruktur tapi kita perlu juga investasi di bidang inovasi, riset, dan development. Karena teknologi akan menjadi satu alat untuk membuat negara itu maju, menjadi satu keharusan," ujar di di Yogyakarta, seperti ditulis Kamis (24/8/2017).

Menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, SDM Indonesia memang perlu waspada terhadap kemajuan teknologi dan robotisasi. Jika dulu di era 1970-an, pemerintah membangun industrialisasi untuk padat karya yakni pabrik sepatu, tekstil dan garmen.

"Sekarang banyak perusahaan menginvestasikan dalam robot, kalau untuk motong kain tidak perlu pakai orang, kalau untuk menjahit saya tidak perlu merekrut orang. 20 tahun lalu that create job, now belum tentu, next 10 years belum tentu. Orang mau beli sepatu, tingga lihat saya ingin punya sepatu warnanya merah dan biru, you can design, anda crate cetak sepatu datang, itu sepatu Sri Mulyani tidak ada yang samain. That's a future manufacturing," kata dia.

Jika hal ini sudah terjadi, lanjut dia, lapangan kerja akan menjadi lebih sulit, karena banyak sekali pekerjaan manusia itu sudah digantikan oleh robot. Dan ini akan menjadi permasalahan baru bagi Indonesia.

"Kemarin sudah ada catur lawan robot, bayangkan kalau anak kita kurang gizi dan ada robot yang lebih pintar, itu menjadi masalah baru. Coba tanya yang umurnya di bawah 15 tahun, dia pertanyaan akan bertanya ke google. Ini mesinnya gak pernah ngambek, nggak pernah tersinggung. Coba deh, kata-kata eh kamu tak pintar, dia ngomong kalau itu kata-kata tidak bagus, dia bilang ini yang paling ngerti banget perasaan kita, jadi teknologi itu berkembang pesat, Anda bayangkan itu future," ujar dia.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

Dunia Masuk Era Revolusi Industri Keempat

Mantan Menteri Keuangan (Menkeu), Chatib Basri menyatakan, dunia tengah memasuki era revolusi industri keempat. Periode baru ini dapat memicu ketimpangan di sebuah negara semakin lebar karena bisa menimpa Indonesia, Thailand, Filipina, bahkan Amerika Serikat (AS) sekalipun.

"Dalam sebuah era revolusi industri keempat ini, saya ingat bulan lalu ada di Tokyo, Jepang dengan Bu Mari Elka Pangestu. Di satu tempat, saya kaget sekali resepsionis sudah ditukar dengan robot," kata Chatib saat menghadiri acara Seminar Pikiran Ekonomi Politik DR Sjahrir Relevansinya Sekarang dan Masa Datang di Main Hall BEI, Jakarta, Kamis 28 Juli 2016.

Dia menceritakan, tamu yang datang dapat bertanya atau berinteraksi dengan resepsionis robot dengan pilihan dua bahasa, yakni bahasa Jepang dan bahasa Inggris. Hal ini menunjukkan akan ada satu pola pergeseran dalam sebuah proses produksi.

"Harga robot tidak terlalu mahal hanya US$ 1.000, tapi saya bisa bayangkan ini (robot) bisa menggantikan tenaga kerja yang tidak punya keahlian (unskill)," jelas Chatib.

Di era revolusi industri keempat, Ia mengakui, hanya orang-orang yang mempunyai keahlian dan keterampilan yang dapat bertahan. Lantaran perkembangan informasi teknologi begitu cepat.

"Orang yang punya kapasitas informasi teknologi, bisa hidup di mana saja. Lalu bagaimana dengan yang unskill? Nah, revolusi industri keempat ini bikin jurang ketimpangan semakin tinggi," papar Chatib.

Dalam kondisi seperti ini, sambungnya, harus ada intervensi dari pemerintah untuk mengembangkan kemampuan sumber daya manusia. Indonesia, kata Chatib Basri, tidak bisa lagi tergantung pada sumber daya alam maupun upah buruh murah.