Sukses

Pemerintah Tetapkan HET Beras, Pengusaha Klaim Tak Rugi

Pemerintah sudah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengsuaha Retail Indonesia (Aprindo) mengaku tidak dirugikan atas penetapan Harga‎ Eceran Tertinggi (HET) beras oleh Kementerian Perdagangan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Reatil Indonesia (Aprindo) Solihin mengatakan, meski pemerintah menetapkan HET beras, kalangan pengusaha retail masih mendaptkan keuntungan.

"Pasti ada, nggak berubah lah. Margin dagang beras berapa," kata Solihin, di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (24/8/2017).

Menurut Solihin, keuntungan pengusaha retail dari penjualan beras tidak berubah atas penetapan HET beras. Dia mengaku sebelum HET beras ditetapkan, keuntungan dari menjual beras di bawah 10 persen.

"Sekali lagi, tidak ada peretail mana pun yang menjual beras dengan keuntungan yang besar, yang jelas di bawah 10 persen dari distributor," tuturnya.

2 dari 2 halaman

Penetapan HET Beras

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah mentepakan HET komoditas beras untuk jenis premium, medium dan khusus. Harga Eceran Tertinggi tersebut berkisar antara Rp 9.450 per kilogram (kg) sampai Rp 13.600 per kg.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, setelah mendengarkan masukan dari seluruh pihak yang terlibat dalam tata niaga beras, mulai dari petani, penggilingan, distributor dan penjual maka pemerintah menggolongkan beras dalam tiga jenis yaitu premium, medium dan khusus. Hal ini untuk penyederhanaan dalam menentukan HET beras.

"Jenis beras yang sekian banyak itu akhirnya bisa kita sepakati hanya tiga jenis beras. tapi ini kita buat simplifikasi dari HET,"‎ kata Enggartiasto.

HET beras akan berlaku mulai 1 September 2017. Untuk beras premium dan medium harga yang dijual tidak boleh melebihi HET yang telah ditetapkan Kementerian Perdagangan. Sedangkan HET untuk beras khusus belum ditetapkan karena masih menunggu informasi dari Kementerian Pertanian terkait kriteria beras khusus. Penetapan HET mempertimbangkan harga pokok dan biaya distribusi.

"Itu bukan harga patokan tapi maksimal, jadi di bawah itu boleh. itu berlaku di Jawa, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, NTB, dan Sulawesi. kenapa? karena mereka pada dasarnya adalah daerah penghasil berasyang kemudian mereka di antara provinsi bisa saling berhubungan untuk mendistribusikannya‎," papar Enggartiasto.