Sukses

Pemerintah Harus Segera Terapkan Pajak e-Commerce

Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.609,4 triliun dalam RAPBN 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mesti segera menerapkan skema pajak pada perusahaan e-commerce. Pasalnya, saat ini terjadi pergeseran menuju ke ekonomi digital.

Anggota DPR Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan titik-titik, di mana pajak tersebut diterapkan. "Paling penting digitalisasi ekonomi di titik mana pajak itu akan dikenakan," kata dia seperti ditulis Minggu (27/8/2017).

Kemudian, lanjut dia, aturan pajak yang diterapkan mesti mempunyai daya jangkau yang kuat terhadap objek pajak. "Bagaimana aturan yang ada kemudian mempunyai daya jangkau menjadikan mereka objek, dan secara otoritas kewilayahan masuk dalam pemungutan pajak di Indonesia," ujar dia.

Misbakhun mengatakan, pemerintah mesti mencermati perkembangan ekonomi digital. Menurutnya, pemerintah mesti mempelajari istilah baru dalam perpajakan.

"Dan bagaimana bicara istilah baru dalam perpajakan. Bandwitdth, penggunaan kuota, lalu lintas kilobyte dan sebagainya. Itukan objek pajak yang seperti apa, yang dikenakan atau tidak," ujar dia.

Namun begitu, DPR belum berniat memanggil pemerintah terkait pembahasan pajak e-commerce tersebut."Belum, kan ini masalah yang rumit," tukas dia.

Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Adisatrya Suryo Sulisto mengungkapkan, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.609,4 triliun atau naik 9,3 persen di Rancangan APBN 2018 dibanding outlook 2017 yang sebesar Rp 1.472,7 triliun. Setoran pajak diharapkan Rp 1.379,4 triliun di 2018 atau naik Rp 137,6 triliun dibanding outlook tahun ini Rp 1.241,8 triliun.

"Pemerintah perlu menghitung dengan cermat target pajak dan menjaga iklim usaha, menggali sumber pendapatan baru, yakni dengan menyasar ke e-commerce yang tumbuh pesat dalam tiga tahun terakhir," ucapnya.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani mengungkapkan, setiap usaha yang memperoleh keuntungan di Indonesia harus memenuhi kewajiban perpajakannya kepada negara. Hal ini untuk memberikan keadilan bagi seluruh wajib pajak.

"Ya fair (adil) lah, usaha di sini mesti dipajakin. Kalau tidak, ya tidak fair," tegas Rosan.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Lapak online

Sekadar informasi, Sri Mulyani mengatakan, pungutan pajak bagi lapak-lapak online adalah karena pertumbuhan sektor e-commerce sangat pesat.

"Tim Kementerian Keuangan, baik Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai sedang melakukan formulasi (pungutan pajak) untuk e-commerce," tutur Sri Mulyani.

Pemerintah melalui Kemenkeu mampu mendeteksi transaksi perdagangan online karena memiliki pembukuan secara otomatis sehingga lebih mudah dan taat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Namun tantangan terberatnya adalah memajaki transaksi dari bisnis online asing, bahkan perlu untuk dibahas antar para Menkeu negara-negara anggota G20. Salah satunya menyangkut pembagian penerimaan dari bisnis berbasis digital tersebut.

"Untuk beberapa Hub di luar Indonesia perlu didiskusikan di dalam G20 oleh para Menkeu bahwa pemajakan bisnis basis digital bukan persoalan mendeteksinya, tapi pembagian penerimaan yang dinamis," ujarnya.

"Di negara besar seperti Indonesia, bisa muncul seperti Australia, penjualnya di Provinsi A, dan pembelinya di Provinsi B, pajaknya harus ada di mana karena ini beda dengan punya toko di daerah tertentu, maka ada pajaknya," tambah Sri Mulyani.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak, Suryo Utomo mengungkapkan, pemerintah akan diskusi dengan para pelaku usaha bisnis online, terutama e-commerce di dalam negeri. "Pergeseran pola transaksi dari konvensional ke e-commerce menjadi konsen di Kemenkeu," ujarnya.

Pemerintah menargetkan segera memajaki transaksi bisnis online di Indonesia. "Mudah-mudahan dalam waktu tidak lama lagi kita bisa mendefinisikan model transaksi dan cara pemajakan e-commerce. Kita lagi berkomunikasi dengan BKF Kemenkeu tentang skema pemajakan yang dilakukan," tutur Suryo.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara mengatakan, e-commerce merupakan model bisnis baru yang dideteksi mengalami pertumbuhan cukup tinggi di Indonesia. Terbukti, lanjutnya, banyak pedagang yang mulai merambah bisnis online, selain membuka toko konvensional.