Sukses

Alami Kerugian, Sri Mulyani Bakal Investigasi 3 BUMN

Menkeu Sri Mulyani juga akan memonitor masalah dividen dari BUMN.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati akan investigasi terhadap tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) besar yang menderita kerugian pada neraca keuangannya di semester I-2017. Upaya ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kerugian bukan karena habis digerogoti manajemen.

Adapun tiga perusahaan pelat merah itu, antara lain PT Garuda Indonesia Tbk, PT Krakatau Steel Tbk, dan Perum Bulog. Ketiganya masuk dalam daftar BUMN merugi akibat kalah persaingan dan efisiensi sehingga bebas dari kewajiban menyetor dividen di 2017-2018.

"Garuda, Krakatau Steel, Bulog akan kami periksa. Kalau keputusan investasi salah maka menimbulkan persoalan sangat serius. Soal efisiensi dan kompetisi industri harusnya bisa diperbaiki, tapi kalau soal masalah fundamental, kami akan investigasi secara lebih serius," tegas Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (30/8/2017).

Pemerintah, Ia menuturkan, akan memonitor masalah dividen dari BUMN. Pemerintah juga terus memperhatikan pengelolaan BUMN secara profesional, termasuk keputusan untuk kepentingan perusahaan bukan untuk kepentingan pribadi dari BUMN tersebut.

"Kami monitor terus masalah dividen, jangan sampai porsinya habis diambil jajaran komisaris dan pengurusnya. Tidak hanya untuk diri sendiri, buat bayar gaji ke-13 sampai ke-17. BUMN harus diurus atau dikelola dengan baik. Menkeu minta ke Menteri BUMN, tata kelola harus diperkuat," Sri Mulyani menerangkan.

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Usulan DPR Terkait Kinerja BUMN

Tanggapan Sri Mulyani ini merespons pendapat dari Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Dyah Pitaloka meminta dukungan dari Kementerian BUMN dan kementerian terkait untuk menurunkan airport tax yang selama ini menjadi beban Garuda Indonesia, sehingga mengakibatkan kerugian berulang Rp 3,8 triliun hingga semester I ini.

"Selain penyalahgunaan wewenang pembelian pesawat, Garuda rugi karena dipaksa menggunakan terminal 3 Bandara Soetta yang airport tax-nya lebih mahal dibanding terminal 1 dan 2. Ini masuk ke harga tiket, sehingga harga tiket Garuda tidak bisa kompetitif," tegas Rieke.

Ia menyebut, untuk penerbangan internasional, airport tax di terminal 3 dipatok Rp 200 ribu atau lebih tinggi dari terminal 2 sebesar Rp 150 ribu. Sedangkan untuk penerbangan domestik, tarif airport tax di terminal 1 sebesar Rp 50 ribu, Rp 60 ribu di terminal 2, sementara di terminal 3 mencapai Rp 130 ribu.

"Airport tax jadi beban Garuda, akibatnya harga tiket mahal tidak bisa bersaing. Akhirnya tidak bisa berikan dividen, tidak bisa bayar utang. Jadi mohon dukungannya paling tidak disamakan airport tax-nya," harapnya.

Bahkan menurut Rieke, akibat beban tersebut maskapai penerbangan pelat merah itu tidak sanggup lagi membayar penyesuaian upah di 2017. "Kami menerima copy dari surat direksi pada 7 Agustus 2017, Garuda sudah tidak sanggup bayar penyesuaian upah 2017, salah satunya akibat kondisi keuangan perusahaan," ujar dia.

"Oleh karena itu, kami butuh dukungan semua pihak untuk menyelamatkan Garuda Indonesia sebagai ikon bangsa ini," Rieke mengatakan.

Sementara untuk Krakatau Steel, tambah Rieke, tidak ada setoran dividen sejak 2012 meskipun perusahaan ini masih membayar pajak. "Bulog dengan suntikan modal Rp 2 triliun tunai pada APBN Perubahan 2016, diproyeksikan tidak setor dividen sampai akhir tahun karena rugi berulang. Ini catatan penting yang harus diperhatikan pemerintah," ujar Rieke.