Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan utang merupakan konsekuensi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang defisit. Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal ekspansif untuk kegiatan produktif, salah satunya mengatasi ketertinggalan melalui pembangunan infrastruktur.
Dalam Rancangan APBN 2018, pemerintah menargetkan pendapatan negara Rp 1.878,4 triliun dan belanja negara Rp 2.204,4 triliun. Itu artinya, ada defisit Rp 325,9 triliun atau 2,19 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Belanja negara, di antaranya untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dan dukungan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebesar Rp 292,8 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Anggaran infrastruktur Rp 409 triliun, anggaran kredit usaha ultra mikro Rp 2,5 triliun, subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) Rp 12 triliun, anggaran pendidikan Rp 440,9 triliun, anggaran kesehatan Rp 110,2 triliun, dan lainnya.
"Pemerintah mengambil pilihan kebijakan ekspansif (counter cyclical) agar momentum pembangunan manusia dan pertumbuhan yang makin berkualitas karena investasi sumber daya manusia tidak dapat ditunda, ketertinggalan pembangunan infrastruktur menjadi sumber masalah dalam upaya pengurangan kemiskinan dan kesenjangan," jelas Sri Mulyani.
Pemerintah membiayai defisit dari utang dengan terus berpedoman pada pengelolaan utang yang hati-hati, bijaksana dan transparan, serta memperbaiki kesehatan struktur APBN. Sri Mulyani bilang, pemerintah akan tetap mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang bijaksana, terkendali, dan diupayakan menurun secara bertahap dalam jangka menengah.
"Walaupun memilih kebijakan belanja ekspansif, pemerintah senantiasa menjaga level defisit dan level utang tetap terarah dan terukur," ujar Sri Mulyani.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Rasio Utang RI Terhadap PDB Masih Rendah
Sri Mulyani menegaskan, rasio utang sebesar 28,9 persen terhadap PDB Indonesia. Rasio itu diklaimnya, lebih rendah dibandingkan negara berkembang lain yang setara, yakni Thailand 41,8 persen, dan India 67,8 persen.
"Pengelolaan utang, baik dari sisi waktu penarikan utang, komposisi mata uang, jatuh tempo, jenis instrumen, maupun pengendalian kas pemerintah akan terus dijaga untuk memastikan keberlanjutan pembangunan, tidak saja untuk generasi sekarang, tapi juga untuk generasi yang akan datang," jelas dia.
"Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang pemerintah telah mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik yang dapat diperbandingkan secara global," Sri Mulyani menambahkan.
Selain pembiayaan utang, Ia menuturkan, pemerintah juga mengalokasikan pengeluaran pembiayaan, antara lain melalui pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, dan kewajiban penjaminan. Terkait dengan pembiayaan investasi pada 2018 akan dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, baik sarana dan prasarana transportasi, permukiman, air bersih, dan sanitasi, serta infrastruktur untuk mendukung ketahanan energi.
"Tidak hanya infrastruktur fisik, pembiayaan investasi dalam RAPBN 2018 juga dialokasikan untuk keberlanjutan pengembangan pendidikan pada masa yang akan datang, melalui sovereign wealth fund bidang pendidikan melalui LPDP," ujar Sri Mulyani.
Advertisement