Liputan6.com, Jakarta Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto meminta insentif untuk mendorong pengembangan mobil listrik di dalam negeri. Salah satunya berupa penurunan bea masuk kendaraan, khususnya komponen dan mobil listrik dari 50 persen menjadi 5 persen.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengungkapkan, pemerintah akan memutuskan usulan penurunan bea masuk mobil listrik melalui kajian oleh tim tarif. Tim tarif beranggota perwakilan dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dan kementerian terkait.
"Nanti dirapatkan di tim tarif. Diputuskan apakah akan ada penurunan, kalaupun turun berapa besarnya. Tapi sekarang belum diputuskan," ujar dia di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/8/2017).
Baca Juga
Menurut Heru, Kemenkeu dapat memberikan insentif pada program pengembangan mobil listrik. "Bisa di-support oleh Kemenkeu kalau ada risetnya. Jadi untuk keperluan riset, ada insentif," jelas dia.
Airlangga sebelumnya mengungkapkan, saat ini bea masuk kendaraan dipatok sebesar 50 persen. Namun untuk tahap awal pengembangan, membutuhakn impor mobil dan komponen. Penurunan bea masuk dinilai bisa menjadi stimulus bagi produsen untuk mengembangkan mobil listrik.
"Terkait dengan bea masuk, saat sekarang bea masuk untuk kendaraan itu 50 persen. Nah, kami laporkan juga nanti untuk diturunkan mengikuti kepada perjanjian-perjanjian FTA. Kalau sekarang Most Favored Nation (MFN) itu 50 persen," ujar dia.
Menurut dia, agar produsen berminat untuk mengembangkan mobil listrik di dalam negeri, maka bea masuknya harus diturunkan menjadi 5 persen. Namun, penurunan bea masuk ini hanya berlaku bagi produsen yang benar-benar ingin mengembangkan mobil listrik.
"Kita mau turunkan MFN itu 5 persen untuk yang berproduksi di dalam negeri. Yang mempunyai roadmap itu kita turunkan ke 5 persen‎. Kalau tidak mempunyai komitmen membangun di dalam negeri, tentu tidak dapat fasilitas yang 5 persen. Jadi ini yang akan didorong," ujar dia.
Advertisement
3 Negara Minat Kembangkan Mobil Listrik di RI
Sejumlah negara bahkan telah menunjukkan minat bekerja sama mengembangkan mobil ini di dalam negeri.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, negara yang siap bekerja sama dengan Indonesia antara lain China, Jepang, hingga Taiwan. Namun, dirinya akan mengkaji terlebih dulu potensi kerja sama tersebut.
"Ini open untuk berbagai negara. Tapi China sudah menyatakan minat, Jepang minat, Taiwan minat. Nanti kita lihat, kita fasilitasi," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Airlangga menjelaskan, untuk mengembangkan mobil ini hingga mampu diproduksi secara massal, dibutuhkan lima unsur yang harus dimiliki produsen. Oleh sebab itu, tidak sembarangan produsen bisa mengembangkan mobil ini untuk tujuan komersial.
‎"Memasarkan secara luas, kan, kuncinya distribusi network harus luas. Dua, kapasitas pabrik bisa tinggi. Ketiga, spare part terjamin. Keempat, resale value terjamin. Kelima, ada pembiayaan.
"Jadi, itu lima unsur yang harus dimiliki industri otomotif. Nah, saat itu sebagai contoh industri berbasis China, begitu masuk penetrasi market di Indonesia, mereka siapkan lima langkah tersebut. Jadi, lima langkah ini mutlak untuk mempersiapkan industri otomotif," ujar dia.
Selain itu, Airlangga juga mempersilakan apabila produsen Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPI) serta perguruan tinggi ingin turut mengembangkan mobil listrik ini. Menurut dia, pemerintah akan mendukung para pemangkut kepentingan di dalam negeri untuk turut melakukan pengembangan.
"Kalau bikin itu silakan. Kalau BPPT bekerja sama dengan ITS, dan kemarin WIKA itu mau bikin motor listrik kita dorong. Kalau mahasiswa beberapa memang buat. Tapi yang paling penting ini kan bisa jadi skala industri," ujar dia.
Tonton Video Menarik Berikut Ini:
Â
Â
Advertisement