Liputan6.com, Jakarta - Global Infrastructure, lembaga penelitian infrastruktur menilai wajar atas meningkatnya utang yang dilakukan pemerintah Indonesia ‎untuk mendanai infrastruktur. Lantaran pembangunan infrastruktur akan memberikan keuntungan ke depan.
Direktur Senior Global Infrastructure Hub Brer Adams menuturkan, infrastruktur sangat dibutuhkan ‎untuk memfasilitasi kegiatan perekonomian dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal itu karena banyak bentuk pendanaan bagi pembangunan infrastrutkur seperti utang.
"Dalam semua infrastruktur, bagaimana pun bentuk pendanaannya, aspek terpenting ialah mengapa infrastruktur tersebut dibutuhkan," kata Adams, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Sabtu (2/9/2017).
Advertisement
Baca Juga
Adams menuturkan, salah satu bentuk ‎pendanaan infrastruktur dengan menggunakan skema utang. Oleh karena itu, langkah pemerintah mendanai infrastruktur dengan berutang merupakan hal wajar.
"Proyek-proyek infrastruktur dengan arus kas yang stabil umumnya didanai dengan skema kombinasi, termasuk di dalamnya adalah utang," tutur Adams.
Adams mengungkapkan, ‎data dari International Monetary Fund (IMF) menunjukkan, investasi infrastruktur akan memberikan keuntungan rata-rata 1,5 kali lipat dalam waktu empat tahun. ‎Karena itu meski berutang, pembangunan infrastruktur akan berdampak positif.
"Membangun infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta memfasilitasi kegiatan perekonomian, umumnya bersifat positif," tutur Adams.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
RI Utang untuk Atasi Ketertinggalan Infrastruktur
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan utang merupakan konsekuensi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang defisit. Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal ekspansif untuk kegiatan produktif, salah satunya mengatasi ketertinggalan melalui pembangunan infrastruktur.
Dalam Rancangan APBN 2018, pemerintah menargetkan pendapatan negara Rp 1.878,4 triliun dan belanja negara Rp 2.204,4 triliun. Itu artinya, ada defisit Rp 325,9 triliun atau 2,19 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Belanja negara, di antaranya untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dan dukungan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebesar Rp 292,8 triliun.
Anggaran infrastruktur Rp 409 triliun, anggaran kredit usaha ultra mikro Rp 2,5 triliun, subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) Rp 12 triliun, anggaran pendidikan Rp 440,9 triliun, anggaran kesehatan Rp 110,2 triliun, dan lainnya.
"Pemerintah mengambil pilihan kebijakan ekspansif (counter cyclical) agar momentum pembangunan manusia dan pertumbuhan yang makin berkualitas karena investasi sumber daya manusia tidak dapat ditunda, ketertinggalan pembangunan infrastruktur menjadi sumber masalah dalam upaya pengurangan kemiskinan dan kesenjangan," jelas Sri Mulyani.
Pemerintah membiayai defisit dari utang dengan terus berpedoman pada pengelolaan utang yang hati-hati, bijaksana dan transparan, serta memperbaiki kesehatan struktur APBN. Sri Mulyani bilang, pemerintah akan tetap mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang bijaksana, terkendali, dan diupayakan menurun secara bertahap dalam jangka menengah.
"Walaupun memilih kebijakan belanja ekspansif, pemerintah senantiasa menjaga level defisit dan level utang tetap terarah dan terukur," ujar Sri Mulyani.
Advertisement