Sukses

Posisi Utang RI Masih Aman, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Utang pemerintah pusat hingga akhir Juli 2017 mencapai Rp 3.779,98 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan utang pemerintah dikelola dengan bijaksana dan produktif. Selain itu, saat ini kondisi utang Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara lain.

Sri Mulyani menyatakan, ‎jika dibanding tren pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan utang Indonesia relatif rendah. Bahkan utang tersebut paling rendah di antara negara-negara lain di dunia.

"Apakah utang Indonesia mengkhawatirkan? Dibandingkan negara-negara di dunia, Indonesia paling rendah, di bawah Rusia. Dibanding Turki, China, South Africa, Argentina, Meksiko yang utangnya di atas 50 persen. India eksposur utangnya 70 persen. Brasil defisit besar, pertumbuhan kecil. AS dan Inggris eksposur utangnya hampir 100 persen," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (4/9/2017).

Selain itu, utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) per kapita juga rendah. Sebut saja Jepang, meski pendapatan per kapita masyarakatnya tinggi, rata-rata utang jika dibagi per individu bisa lebih dari 100 persen.

"Income per kapitanya kan Indonesia lebih rendah? Indonesia utang terhadap PDB per kapita 28 persen. Jepang income per kapita hampir US$ 40 tapi eksposur utang per kepala US$ 90 ribu. Amerika Serikat (AS) income per kapita US$ 57 ribu, eksposur utangnya US$ 61 ribu. Jerman sama juga," kata dia.

Dilihat dari hal tersebut, lanjut Sri Mulyani, jika dibandingkan negara-negara lain, posisi utang Indonesia sejauh ini masih sangat aman. Oleh sebab itu, masyarakat seharusnya tidak perlu khawatir akan utang pemerintah saat ini.

"Jadi secara stok, kita yang paling kecil dan prudent. Indonesia very tiny, small. Negara yang kaya minyak kayak Qatar sudah kuning (mulai berhati-hati). Katanya dibandingkan dengan negara yang sama-sama kaya sumber daya alam, Indonesia hijau kecil. Mau dilihat dari sudut apa, Indonesia paling prudent," tandas dia.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Utang Juli

Utang pemerintah pusat hingga akhir Juli 2017 mencapai Rp 3.779,98 triliun. Jumlah tersebut naik Rp 73,47 triliun dibanding posisi Rp 3.706,52 triliun sampai dengan Juni lalu.

Dari keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, utang senilai Rp 3.779,98 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.045,0 triliun (80,6 persen) dan pinjaman sebesar Rp 734,98 triliun (19,4 persen).

"Penambahan utang neto selama Juli 2017 adalah sebesar Rp 73,47 triliun," kata Direktur Jenderal PPR, Robert Pakpahan.

Kenaikan utang sebesar Rp 73,47 triliun, berasal dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 65,50 triliun dan penarikan pinjaman (neto) sebesar Rp 7,96 triliun.

Jika dilihat total outstanding utang senilai Rp 3.779,98 triliun sampai dengan bulan ketujuh ini setara dengan rasio 28,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah tersebut masih jauh dari batas toleransi dalam aturan internasional sebesar 60 persen dari PDB.

Sementara untuk memenuhi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah menambah utang neto sebesar Rp 264,52 triliun sepanjang Januari-Juli 2017. Berasal dari kenaikan SBN sebesar Rp 264,39 triliun dan penarikan pinjaman sebesar Rp 0,13 triliun."Tambahan pembiayaan utang memungkinkan kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial," Robert mengatakan.

Utang pemerintah, terutama yang berasal dari pinjaman, diarahkan untuk pembiayaan proyek yang dilaksanakan beberapa Kementerian/Lembaga (K/L).

Â