Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menargetkan skema pungutan pajak untuk bisnis online atau e-commerce bakal dirilis September 2017. Pemerintah memastikan tidak ada pajak baru yang diterapkan, dan tetap Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, kebijakan perpajakan untuk e-commerce sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik yang ditetapkan Presiden Jokowi.
"Tapi tidak akan ada jenis pajak baru yang diterapkan. Sistemnya tetap PPh dan PPN," tegas Hestu Yoga di kantornya, Jakarta, Senin (9/4/2017).
Advertisement
Baca Juga
Pemerintah, diakuinya, sedang menggodok formula atau skema pungutan pajak untuk bisnis online yang akan berbeda dengan yang berlaku saat ini, self assessment. Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
"Sekarang kan self assessment, e-commerce lapor labanya berapa di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Normal saja, kalau ada PPN pungut PPN saja. Jadi ini yang akan diformulasikan yang mekanismenya beda dengan self assessment, karena kalau self assessment banyak yang tidak mau lapor, PPN juga tidak mau dipungut, omzet sudah lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun," terangnya.
Lebih jauh Hestu Yoga bilang, pemerintah juga akan mengatur mekanisme pungutan PPh dan PPN untuk omzet bisnis online yang di bawah Rp 4,8 miliar per tahun, mengingat mereka termasuk dalam non Pengusaha Kena Pajak (PKP).
"Nanti semua harus terakomodir. Yang pasti harus ada kesetaraan, equal treatment antara yang konvensional dengan e-commerce, dan yang dari dalam maupun luar negeri. Jadi harus diperlakukan sama, sama-sama bayar pajak," tegas Hestu Yoga.
Ia berharap skema pungutan pajak bisnis online ini akan selesai di September ini. "Mudah-mudahan September ini sudah selesai pengenaan untuk e-commerce. Bukan jenis pajak baru, tapi mekanismenya yang berbeda dengan self assessment," tandasnya.
Tonton Video Menarik Berikut Ini:
Daya jangkau
Sebelumnya, Anggota DPR Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa pemerintah mesti segera menerapkan skema pajak pada perusahaan e-commerce. Pasalnya, saat ini terjadi pergeseran menuju ke ekonomi digital.
Pemerintah perlu memperhatikan titik-titik, di mana pajak tersebut diterapkan. "Paling penting digitalisasi ekonomi di titik mana pajak itu akan dikenakan," kata dia.
Kemudian, lanjut dia, aturan pajak yang diterapkan mesti mempunyai daya jangkau yang kuat terhadap objek pajak. "Bagaimana aturan yang ada kemudian mempunyai daya jangkau menjadikan mereka objek, dan secara otoritas kewilayahan masuk dalam pemungutan pajak di Indonesia," ujar dia.
Misbakhun mengatakan, pemerintah mesti mencermati perkembangan ekonomi digital. Menurutnya, pemerintah mesti mempelajari istilah baru dalam perpajakan.
"Dan bagaimana bicara istilah baru dalam perpajakan. Bandwitdth, penggunaan kuota, lalu lintas kilobyte dan sebagainya. Itukan objek pajak yang seperti apa, yang dikenakan atau tidak," ujar dia.
Namun begitu, DPR belum berniat memanggil pemerintah terkait pembahasan pajak e-commerce tersebut."Belum, kan ini masalah yang rumit," tukas dia.
Advertisement