Sukses

Lebih Mahal dari Emas, Jangkrik di Kota Ini Dijual Rp 101 Juta

Di musim panas dan gugur, para penduduk kota ini tengah sibuk mempersiapkan lapak dagangan untuk menjual jangkrik.

Liputan6.com, Jakarta -
Adu jangkrik merupakan permainan yang sudah digandrungi di China sejak lama. Perkembangan ekonomi negeri Tirai Bambu yang pesat pun memberi pengaruh tersendiri pada popularitas adu jangkrik. Kini, penduduk China rela merogoh uang banyak demi bisa mendapat jangkrik yang berkualitas.

Di Kota Sidian misalnya. Di musim panas dan gugur, para penduduk kota ini tengah sibuk mempersiapkan lapak dagangan untuk menjual jangkrik. Permainan ini bahkan sudah berkembang menjadi sebuah industri di Sidian.

Dilansir dari Odditycentral, Selasa (12/9/2017), seekor jangkrik berkualitas bisa dijual dengan sangat mahal. Seorang petarung bahkan pernah membeli jangkrik kualitas terbaik dengan harga US$ 7.661 atau Rp 101 juta per ekor.

Jangkrik Sidian dikenal sebagai jangkrik bertubuh besar dan agresif, yang menjadi syarat penting untuk jangkrik petarung.

Keuntungan bukan hanya mampu didulang oleh penyelenggara acara adu jangkrik. Petani penangkap serangga ini pun ikut kebanjiran untung. Saat musim permainan, satu keluarga penangkap jangkrik bisa meraup pendapatan US$ 15.300 atau Rp 202 juta sebulan.

Selain berburu, mereka juga melatih serangga tersebut hingga mampu menjadi jangkrik petarung agar harganya semakin mahal.

Bahkan, di sana banyak hotel untuk para pembeli jangkrik dari segala penjuru China. Setiap rumah tangga di Sidian terlibat dalam bisnis jangkrik atau usaha sejenis.

Di Negeri Tirai Bambu, adu jangkrik dipercaya sebagai bagian dari tradisi leluhur China. Akan tetapi, sejak rezim komunis berkuasa, kegiatan ini sempat dilarang.

Selain itu, adu jangkrik juga bukan hobi yang murah. Para pecinta kegiatan ini rela merogoh kocek dalam serta menyisihkan waktu selama 2 jam sehari hanya untuk mengurus jangkrik aduannya. Namun, semuanya akan terbayar saat jangkrik miliknya keluar sebagai pemenang kompetisi.

Video Terkini