Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat masih mengidolakan untuk membeli rumah di Jakarta. Padahal seperti kita ketahui bahwa Jakarta merupakan kota macet dan juga harga properti di kota metropolitan tersebut sangat tinggi.
Berdasarkan Survei Rumah.com, Jakarta menempati urutan pertama dengan raihan 28 persen. Survei bertajuk Rumah.com Property Affordability Sentiment Index 2017 dilakukan pada 1.020 responden di seluruh Indonesia. Periode survei berlangsung pada Januari hingga Juni 2017.
Advertisement
Baca Juga
"Barangkali support system (yang lain) belum sempurna, transportasi massal dan segala macam masih tetap milih Jakarta. Kecuali kalau sudah merata, kita lihat tren Serpong BSD dia sentral bisnis sendiri, barangkali nanti bisa merata," ujar Head of Marketing Rumah.com Ike Noorhayati Hamdan di Jakarta, Selasa (12/9/2017).
Jakarta tetap menjadi wilayah favorit kendati diterpa isu pemindahan ibukota. Menurutnya, Jakarta akan tetap menarik meski nantinya menjadi pusat bisnis.
"Apakah orang akan berencana untuk beli di area calon ibu kota baru, spekulan pasti ada. Tapi pertimbangannya adalah mungkin kenapa kalau lihat di negara yang maju pusat bisnis lebih besar, karena kuenya lebih besar di pusat bisnis daripada pusat pemerintahan," jelas dia.
Lokasi selanjutnya disusul oleh Tangerang dengan 12 persen, Bogor 8 persen, Bekasi 8 persen, dan Depok 6 persen.
Surabaya menjadi lokasi setelah Jabodetabek dengan raihan 5 persen. Kemudian, disusul oleh Bandung 5 persen, Denpasar 2 persen, Semarang 2 persen, Medan 1 persen, Makassar 1 persen. Sebanyak 22 persen memilih lokasi di luar itu.
Kebijakan pemerintah
Head of Marketing Rumah.com Ike Noorhayati Hamdan melanjutkan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah di sektor properti terus naik. Pada tahun 2015, tercatat 36 persen, kemudian naik 46 persen pada semester II 2016, dan naik lagi hingga 54 persen di semester I 2017.
Menurutnya, kenaikan tersebut salah satunya disebabkan pelonggaran loan to value (LTV) di sektor properti. Sehingga, uang muka alias down payment (DP) semakin rendah.
"Satu sisi kelihatan, yang sangat kelihatan misalnya LTV, aturan LTV pertama kali dikeluarkan di tahun 2014 kalau enggak salah. Kemudian beberapa kali mengalami koreksi. Pertama keluar 2014 masih 30 persen, terus diturunkan 25 persen, 20 persen menjadi 15 persen," kata dia.
Hal ini yang membuat masyarakat bisa mudah untuk memiliki rumah. "Posisinya orang yang mau beli rumah pertama kali punya 15 persen sudah bisa. Itu pun sudah bisa dicicil," ujar dia.
Bukan hanya itu, pemerintah juga telah mendorong berbagai skema pembiayaan untuk memiliki rumah. Salah satunya, pembiayaan rumah melalui BPJS Ketenagakerjaan. Lembaga ini menawarkan akses pembiayaan rumah kepada pekerja, baik untuk rumah subsidi maupun nonsubsidi.
Kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi dari BPJS Ketenagakerjaan hanya memakai DP 1 persen dengan bunga 5 persen. Sementara untuk KPR nonsubsidi, DP yang ditawarkan 5 persen dengan bunga 7 day reverse repo rate (7DRR) ditambah 3 persen. "Program lain pemerintah dengan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan," tukas dia.
Advertisement