Sukses

4 Penyebab Banyaknya Pusat Perbelanjaan Tutup Versi Kadin

Kadin DKI Jakarta mengimbau para pedagang yang memiliki toko di pusat perbelanjaan agar lebih kreatif dan inovatif guna mampu bertahan.

Liputan6.com, Jakarta - Kadin DKI Jakarta mengimbau para pedagang yang memiliki toko di pusat perbelanjaan agar lebih kreatif dan inovatif guna mampu bertahan di tengah perkembangan teknologi. Hal itu mengingat banyaknya toko yang tutup di pusat perbelanjaan.

Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang menilai, akhir-akhir ini banyak toko yang tutup di pusat perbelanjaan. Contohnya pusat perbelanjaan di kawasan Glodok yang biasa ramai dikunjungi konsumen, kini semakin sepi. Selain itu, omzet pedagang semakin berkurang dan bahkan sebagian sudah mulai tutup.

"Dari pengamatan kami setidaknya ada empat faktor yang sebabkan banyak tutup toko di pusat perbelanjaan," ujar Sarman, Minggu (17/9/2017).

Ia menambahkan, empat faktor itu, antara lain, pertama soal daya beli masyarakat yang semakin menurun. Sarman menilai, kondisi ekonomi global yang berimbas terhadap ekonomi nasional yang belum stabil juga menyebabkan kondisi bisnis dan perdagangan yang lesu dan terlambat.

"Dengan demikian, pendapatan masyarakat juga tidak memiliki kenaikan, sehingga masyarakat semakin selektif dan menghemat membelanjakan uangnya," kata dia.

Kedua, persaingan antarpusat perbelanjaan yang semakin ketat. "Tumbuhnya pasar properti dengan pembangunan berbagai kawasan perumahan, kawasan perkantoran, dan apartemen selalu dibarengi dengan adanya pusat perbelanjaan, minimarket, dan toko-toko, sehingga para penghuninya dalam memenuhi kebutuhannya tidak perlu keluar lagi berbelanja," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Ketiga, Sarman menambahkan, banyak masuknya barang-barang dan produk asing yang sejenis, ada yang ilegal dan resmi, serta melakukan penjualan langsung kepada konsumen juga menjadi salah satu faktor.

Keempat, pasar e-commerce. Namun, Sarman tidak yakin dengan penyebab utamanya e-commerce. Hal itu mengingat, dari data terbaru, sekitar 29 persen atau sekitar 26,3 juta jiwa masyarakat Indonesia baru memanfaatkan internet untuk berbelanja. Itu pun tidak semuanya aktif.

Sarman menuturkan, harga pembelian yang lebih murah melalui online dan waktu yang lebih hemat menjadi daya tarik berbelanja melalui online.

"Ke depan sesuai dengan perkembangan teknologi maka belanja e-commerce ini menjadi salah satu ancaman pusat perbelanjaan. Apalagi ke depan.pemerintah akan menerapkan transaksi nontunai akan membuat masyarakat akan semakin nyaman dan terbiasa berbelanja via online," kata dia.

Oleh karena itu, dia mengimbau kepada para pedagang yang memiliki toko di pusat perbelanjaan agar lebih kreatif dan inovatif melihat perkembangan teknologi. Selain itu, pedagang juga perlu melihat psikologi pasar dan konsumen yang harus dapat menyesuaikan atau beradaptasi sehingga mampu bertahan.