Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengawasi ketat barang impor yang beredar di dalam negeri. Hal ini untuk melindungi masyarakat Indonesia sebagai konsumen.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi salah satu hal yang harus diterapkan untuk melindungi konsumen. Oleh karena itu, instansinya akan mengawasi ketat peredaran barang impor di Indonesia agar mematuhi standar SNI.
"Lebih harus waspada lagi barang impor, itu tolong dipelototi, jangan dipertentangkan kualitas dalam negeri, dengan mengabaikan hak konsumen," kata Enggartiasto saat membuka Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, di Jakarta, Senin (18/9/2017).
Advertisement
Baca Juga
Enggartiasto menuturkan, pengawasan ketat barang sangat penting. Lantaran masyarakat sudah percaya, terhadap barang yang dijual di pasar sudah mendapat persetujuan pemerintah.
‎"Tumpuan harapan masyarakat konsumen kita sangat besar pada kita semua, karena mereka sudah berada di posisi kalau sudah masusk di pasar berasumsi bahwa pemerintah sudah menyetujui," ujar dia.
Selain barang impor, Kementerian Perdagangan juga mendorong produk Usaha Kecil Menengah (UKM) nasional mematuhi ketentuan tersebut. Hal ini akan membuat UKM menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
‎"Kami dorong UKM menjadi tuan rumah di negara sendiri masuk ke pasar kita, saya tidak bermimpi semua UKM masuk pasar intenrsional, kita dorong masuk pasar kita dulu," tutur Enggartiasto.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Sri Mulyani Ingin Satgas Bersihkan Oknum Kolusi Impor Barang
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Impor Berisiko Tinggi dalam rangka mengamankan penerimaan negara. Ditengarai hingga kini, oknum-oknum impor di pelabuhan maupun bandara sebagai pintu arus keluar masuk barang masih banyak berkeliaran.
Pembentukan satgas mendapat komitmen kuat dari Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Kepolisian Tito Karnavian, Jaksa Agung M Prasetyo, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Badaruddin, serta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang.
Sri Mulyani mengungkapkan, impor berisiko tinggi memiliki peluang penyelewengan yang lebih besar, sehingga bisa mengakibatkan beredarnya barang-barang ilegal. Dengan penertiban impor berisiko tinggi, volume peredaran barang ilegal dapat menurun dan akhirnya mendorong perekonomian dalam negeri, serta mengoptimalkan penerimaan negara.
"Volume impor berisiko tinggi hanya 4,7 persen dari total jumlah volume impor di Indonesia. Tapi impor itu merusak tatanan ekonomi, merusak industri dalam negeri, menyebabkan persaingan usaha tidak sehat karena meski jumlahnya kecil, namun penetrasi ke dalam sistem cukup dalam dan rumit," tegas Sri Mulyani di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Rabu 12 Juli 2017.
Sri Mulyani mengatakan, total setoran bea masuk ke negara sebesar Rp 33 triliun. Target penerimaan negara di tahun ini sebesar Rp 1.750 triliun dan target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.498 triliun.
"Jadi penerimaan kecil tapi menimbulkan suatu persepsi sistem di Indonesia yang compromize. Pelaku ekonomi kita mencari oknum yang bisa digarap di Kementerian Keuangan dan Kejagung, Polri, dan lainnya," terangnya.
Selama ini, Sri Mulyani mengaku, kesulitan menertibkan impor berisiko tinggi. Jenis barang yang masuk dalam impor berisiko tinggi, seperti tektil, elektronik, dan minuman beralkohol.
Alasannya, karena ada oknum-oknum di Ditjen Bea Cukai, Kepolisian, Kejaksaan Agung, TNI yang saling membeking satu sama lain sehingga penertiban impor barang berisiko tinggi kurang maksimal.
"Beberapa oknum Bea Cukai digunakan atau berkolusi bersama dengan Very High Risk Importer itu. Kalau minta Dirjen Bea Cukai menertibkan bilangnya tidak bisa tertibkan karena oknum itu mengatakan, mereka juga harus menghidupi lembaga lain," ujarnya.
"Penetapan jalur merah, kuning, hijau (arus barang) selalu dijadikan alasan untuk menciptakan biaya ekonomi tinggi. Untuk bisa masuk jalur hijau bisa ditetapkan oknum. Karena siapa yang bisa masuk ke pelabuhan dan berapa tarifnya saja beda-beda di masing-masing pelabuhan, jadi sebenarnya banyak lubang untuk dimanfaatkan," tegasnya.
Oleh karena itu, Sri Mulyani meminta dukungan dan kerja sama dari Kemenko Bidang Perekonomian, Kepolisian, Kejaksaan Agung, Panglima TNI, Kementerian Perdagangan, Kantor Staf Presiden, dan PPATK untuk menertibkan impor berisiko tinggi, termasuk para oknum.
"Kami tidak mampu membersihkan sendiri kalau kami tidak didukung Kementerian/Lembaga lain, utamanya TNI, Polri, dan Kejaksaan Agung. Satgas dibentuk supaya memberi sinyal untuk aparat saya di dalam dan konsisten saya supaya jajaran saya bersih dan tidak ada lagi alasan tidak melakukan penertiban," kata Sri Mulyani.
Penertiban impor berisiko tinggi diakuinya, akan fokus pada pelabuhan-pelabuhan besar yang selama ini menjadi denyut ekonomi Indonesia, seperti Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Perak, Pelabuhan Belawan, dan seluruh pelabuhan di perairan Timur. Inilah titik-titik penting karena volume arus keluar masuk barang sangat tinggi di wilayah tersebut.
"Saya hanya ingin tegaskan kami sudah bekerja. Saya ingin memberi sinyal ke anak buah masing-masing, jangan ada alasan tidak bisa penertiban, misalnya alasan Polri membekingi penyelundup atau tidak bisa ditertibkan karena nanti juga dilepaskan lagi oleh Jaksa," ujarnya.
Advertisement