Sukses

Surat Sri Mulyani untuk 2 Menteri Bocor, Kemenkeu Cari Pelaku

Kemenkeu menyesalkan beredarnya surat internal pemerintah dari Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk dua menteri lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyesalkan beredarnya surat internal pemerintah dari Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan serta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Kemenkeu akan melakukan pengusutan untuk menemukan pembocor surat tersebut. 

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti, menjelaskan, Kemenkeu sangat menyesalkan beredarnya surat internal pemerintah dari Menteri Keuangan yang ditujukan kepada Menteri ESDM dan Menteri BUMN.

Pembocoran dan beredarnya surat tersebut merupakan tindakan melanggar peraturan dan disiplin administrasi negara, serta tidak sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik.

"Kemenkeu akan melakukan langkah pengusutan pembocoran surat tersebut untuk menegakkan disiplin tata kelola pemerintahan, agar pelanggaran tersebut tidak terulang kembali pada masa yang akan datang," jelas Nufransa dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (27/9/2017). 

Mengenai isi surat, ia melanjutkan, seusai dengan Undang-Undang Keuangan Negara, Kemenkeu berkewajiban mengelola keuangan negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara hati-hati dan berkelanjutan, termasuk melakukan pengawasan dan penilaian potensi risiko fiskal yang berasal dari berbagai sumber kegiatan publik.

Untuk itu, Kemenkeu meminta kepada kementerian dan badan usaha yang memiliki tanggung jawab atas pengelolaan potensi risiko keuangan negara dan risiko fiskal, diminta untuk selalu melakukan pengawasan risiko dan melakukan langkah-langkah pengelolan dan pencegahan risiko fiskal sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Atas dasar itu, surat kepada dua menteri tersebut pun dikeluarkan. Kementerian Keuangan mengingatkan kepada Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM untuk mendampingi PLN dalam mengelola keuangan sehingga tidak terjadi gagal bayar. 

Saat ini, pemerintah memiliki program pembangunan infrastruktur merupakan program prioritas nasional yang penting untuk mendukung upaya pengentasan kemiskinan, mengurangi kesenjangan, mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, untuk mewujudkan keadilan sosial serta kesejahteraan umum di seluruh wilayah Indonesia.

Penugasan dan kebijakan pemerintah kepada kementerian dan lembaga serta badan usaha harus dapat dilaksanakan secara baik dan terjaga dari seluruh aspek: teknis, keuangan, dan pengelolaan dampak lingkungan maupun sosial.

Pelaksaan penugasan harus dengan tetap menjaga tata kelola yang baik, dan perbaikan efisiensi operasi dan pengelolan keuangan perusahaan secara hati-hati dan profesional.

Dengan demikian, manfaat pembangunan infrastruktur dapat dinikmati masyarakat dan ekonomi secara luas, sedangkan risiko keuangan tetap terjaga dengan bijaksana dan operasi badan usaha tetap terjaga sehat dan berkelanjutan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Isi surat Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani melayangkan surat untuk Menteri ‎BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Surat tersebut berisi kekhawatiran tentang kegagalan PT PLN (Persero) ‎membayar utang yang berisiko pada keuangan negara.

Seperti yang dikutip dari surat Menteri Keuangan bernomor‎ S-781/MK.08/2017, soal Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Rabu (28/9/2017), Sri Mulyani menyampaikan lima poin penting yang harus diperhatikan oleh Menteri Rini dan Menteri Jonan.

Pertama mengenai kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus mengalami penurunan, seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang‎ tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.

Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan walver pada lender PLN, sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman, untuk menghindari cross default atas pinjaman PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.

Kedua, terbatasnya internal fund PLN untuk melakukan investasi, dalam melaksanakan penugasan pemerintah berdampak pada ketergantungan PLN dari pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun pinjaman dari lembaga keuangan internasional.

Ketiga, berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan akan terus meningkat di beberapa tahun mendatang.

Sementara itu, pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target, adanya kewajiban pemerintah untuk meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.

Keempat, Sri Mulyani mengungkapkan, dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari TTL yang dibayarkan oleh pelangan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan adanya regulasi yang mendorong penurunan harga biaya produksi listrik.

"Selain itu, kami mengharapkan saudara dapat mendorong PLN untk melakukan efisiensi biaya operasi terutama energi primer guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang," lanjut Sri Mulyani dalam poin keempat surat tersebut.

Kelima, terkait dengan penugasan program 35 GW, Sri Mulyani berpendapat perlu dilakukan penyesuaian terkait target investasi PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PLN dalam memenuhi pendanaan investasi cashflow operasi, tingginya outlook debt maturity profile, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan Penyertaan Modal Negara (PMN).

"Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainability fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan sumber risiko fiskal pemerintah," ucap Sri Mulyani.