Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah melayangkan surat terkait kekhawatirannya tentang potensi kegagalan PT PLN membayar utang yang akan berisiko terhadap keuangan negara. Dalam surat tersebut ditujukan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno.
Pengamat Ekonomi Faisal Basri menyatakan, potensi kegagalan PLN membayar utangnya tersebut tidak lepas dari beban yang diberikan pemerintah kepada perusahaan pelat merah tersebut.
"PLN punya kapasitas. Coba Anda bayangkan 35 ribu MW itu butuh transmisi 75 ribu km, seluruh BUMN disuruh berhenti kerja, bikin ini ya tidak bisa. Jadi dari awal saja sudah tidak masuk akal," ujar dia di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Advertisement
Baca Juga
Yang juga menyebabkan PLN berpotensi gagal membayar utangnya, lanjut Faisal yaitu keinginan pemerintah agar PLN tidak menaikkan tarif listrik, bahkan hingga akhir 2017. Padahal, dasar perhitungan dari penyesuaian tarif listrik berdasarkan tiga komponen utama, yaitu harga minyak dunia, nilai tukar rupiah dan inflasi.
"Inflasi serendah-rendahnya 4 persen. Nilai tukar oke lah stabil. Harga energi primer, sekarang harganya naik. Harga brent (minyak dunia) sudah mendekati US$ 60. Ini ada adjustment tiap bulan, tapi tidak boleh di-adjust sampai 2018. Ini harga energi primer naik tapi tarif tidak boleh naik. Jadi hutangnya siapa yang bayar, kan utangnya sudah besar dan ada utang yang sudah tidak bisa dibayar lagi," jelas dia.
Faisal menuturkan, sebenarnya saat ini kondisi keuangan PLN sudah tidak sehat. Oleh sebab itu, harusnya pemerintah segera mencari solusi atas permasalahan utang PLN ini.
"Sebetulnya secara teknis PLN sudah default, tetapi karena ini dijamin pemerintah. Tidak ada yang mau meminjamkan pln tanpa jaminan pemerintah, jadi Menteri Keuangan ikut campur," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PLN Berpotensi Gagal Bayar Utang, Sri Mulyani Ingatkan 2 Menteri
Menteri Keuangan Sri Mulyani melayangkan surat ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Surat tersebut berisi kekhawatiran tentang kegagalan PT PLN (Persero) membayar utang yang berisiko pada keuangan negara.
Seperti yang dikutip dari surat Menteri Keuangan bernomor S-781/MK.08/2017, soal Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Rabu (28/9/2017), Sri Mulyani menyampaikan lima poin penting yang harus diperhatikan Menteri Rini dan Menteri Jonan.
Pertama mengenai kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus mengalami penurunan, seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.
Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan walver pada lender PLN, sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman, untuk menghindari cross default atas pinjaman PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.
Kedua, terbatasnya internal fund PLN untuk melakukan investasi, dalam melaksanakan penugasan pemerintah berdampak pada ketergantungan PLN dari pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun pinjaman dari lembaga keuangan Internasional.
Ketiga, berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.
Sementara itu, pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target, adanya kewajiban pemerintah untuk meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.
Keempat, Sri Mulyani mengungkapkan, dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari TTL yang dibayarkan oleh pelangan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan adanya regulasi yang mendorong penurunan harga biaya produksi listrik.
"Selain itu, kami mengharapkan saudara dapat mendorong PLN untk melakukan efisiensi biaya operasi, terutama energi primer guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang," lanjut Sri Mulyani dalam poin keempat surat tersebut.
Kelima, terkait dengan penugasan program 35 GW, Sri Mulyani berpendapat perlu dilakukan penyesuaian terkait target investasi PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PLN dalam memenuhi pendanaan investasi cashflow operasi, tingginya outlook debt maturity profile, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan sumber risiko fiskal pemerintah," tutup Sri Mulyani.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, belum bisa memberikan banyak komentar mengenai hal tersebut. Dadan mengaku akan memeriksa ke direktorat terkait. "Nanti saya cek ya, seharusnya sudah," jelas dia.
Advertisement