Sukses

Pemerintah Masih Punya Peluang Tingkatkan Penerimaan Cukai Rokok

Peluang pemerintah untuk meningkatkan penerimaan cukai dari rokok masih ada

Liputan6.com, Jakarta Peluang pemerintah untuk meningkatkan penerimaan cukai dari rokok masih ada. Namun, hal itu terganjal dengan adanya struktur cukai yang dinilai rumit, sehingga ada industri yang membayar cukai dengan tarif rendah. 

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, menjelaskan, karena ada kebijakan batasan produksi 3 miliar batang untuk masing-masing segmen rokok buatan mesin, hal ini malah menjadi bumerang bagi penerimaan. Sebab, dengan begitu, ada perusahaan yang seharusnya membayar tarif cukai yang paling tinggi, karena mekanisme 3 miliar batang,  perusahaan itu masih bisa menikmati tarif cukai Golongan 2 yang lebih rendah.

“Dengan dinaikan threshold menjadi 3 miliar, dia malah tetap menikmati tarif yang rendah. Padahal 3 miliar batang itu kalo kami menghitung, omzetnya setara dengan Rp 2,4 triliun. Dengan omzet sebesar itu, jelas adalah perusahaan besar yang sudah harus bayar tarif cukai tertinggi golongan 1," Yustinus di Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Yustinus menambahkan bahwa penyederhanaan struktur tarif itu penting supaya persaingan di industri itu adil. “Pemain besar ya bermain dengan pemain besar.” tutur Yustinus.

Di berbeda kesempatan, anggota Komisi XI DPR RI, Ahmad Nadjib juga menyampaikan kekhawatiran yang serupa. Nadjib mengkritisi penerapan batas produksi 3 miliar batang untuk rokok buatan mesin merupakan formulasi kebijakan yang tidak tepat karena hanya menimbulkan celah-celah yang dapat digunakan pabrikan.

“Saya mengkritisi bahwa menerapkan hal tersebut kurang tepat karena kalau hitungan-hitungan secara otomatis 2,99 miliar batang juga masih di bawah tiga miliar batang kan”.

Nadjib pun meminta kepada pemerintah agar mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang menyangkut batasan produksi agar nantinya persaingan di industri itu adil dan penerimaan Negara dapat lebih optimal.

“Itulah makanya kita perlu formulasi ulang terkait batasan-batasan dan regulasi. Bagaimana kita mengklasifikasi itu yang kemudian adil buat industri dan juga menguntungkan buat pemerintah," jelasnya.