Sukses

Menkeu Khawatir soal Utang, Dirut PLN Jamin Bayar Tepat Waktu

Dirut PLN Sofyan Basir mengaku at ini PLN juga memiliki ketersediaan dana pinjaman sebesar Rp 31 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir menyatakan, kondisi keuangan perusahaan tetap normal meski memiliki utang dan bisa membayarnya tepat waktu.

Sebab itu Sofyan mengatakan, ‎tidak ada yang perlu dipermasalahkan dengan utang PLN. Utang yang jatuh tempo telah dibayar sesuai waktunya. Hal ini menunjukkan kemampuan PLN dalam melunasi utangnya.

"Jadi itu enggak ada masalah di bank. Kita setiap saat melakukan itu sama debitor kita," kata Sofyan, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu (28/9/2017).

‎Menurut Sofyan, saat ini PLN juga memiliki ketersediaan dana pinjaman sebesar Rp 31 triliun dan tidak perlu ada kekhawatiran atas langkah PLN dalam mencari dana dengan berutang. Apalagi aset PLN cukup besar dan perusahaan memiliki tagihan subsidi listrik ke pemerintah mencapai Rp 12 triliun saat ini. "Sebenarnya tidak ada sesuatu yang perlu di khawatirkan, orang kaya PLN itu," ujarnya.

Menyikapi surat peringatan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani atas kekhawatiran gagal bayar PLN terhadap utangnya, Sofyan menganggap ini merupakan hal yang lumrah. PLN kerap diingatkan secara berkala tentang pembayaran utang. "Enggak apa-apa itu mah biasa tiap tahun juga ngingetin kita," ungkapnya.

Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto menambahkan, meski tarif listrik tidak mengalami kenaikan dan menggerus laba, tetapi tidak mempengaruhi komitmen PLN membayar utangnya.

"Tarif listrik enggak naik pun demi masyarakat yang lebih luas, kami labanya turun dibandingkan tahun lalu, tapi enggak banyak masalah," jelasnya.

Menurut Sarwono, selam 3 tahun kepemimpinan Sofya Basyir di PLN utang PLN hanya meningkat Rp 58 triliun, tetapi investasi PLN naik menjadi Rp 150 triliun. Hal ini menunjukan dana internal PLN cukup besar untuk berinvestasi.

‎"Artinya sebenarnya dana PLN sendiri kan besar sekali. kenaikan utang Rp 58 triliun tapi kenaikan investasi Rp 145 triliun," tutup Sarwono.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Surat Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani melayangkan surat ke Menteri ‎Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Surat tersebut berisi kekhawatiran tentang kegagalan PT PLN (Persero) ‎membayar utang yang berisiko pada keuangan negara.

Seperti yang dikutip dari surat Menteri Keuangan bernomor‎ S-781/MK.08/2017, soal Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Rabu (28/9/2017), Sri Mulyani menyampaikan lima poin penting yang harus diperhatikan Menteri Rini dan Menteri Jonan.

Pertama mengenai kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus mengalami penurunan, seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang‎ tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.

Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan walver pada lender PLN, sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman, untuk menghindari cross default atas pinjaman PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.

Kedua, terbatasnya internal fund PLN untuk melakukan investasi, dalam melaksanakan penugasan pemerintah berdampak pada ketergantungan PLN dari pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun pinjaman dari lembaga keuangan Internasional.

Ketiga, berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.

Sementara itu, pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target, adanya kewajiban pemerintah untuk meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.

Keempat, Sri Mulyani mengungkapkan, dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari TTL yang dibayarkan oleh pelangan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan adanya regulasi yang mendorong penurunan harga biaya produksi listrik.

"Selain itu, kami mengharapkan saudara dapat mendorong PLN untk melakukan efisiensi biaya operasi, terutama energi primer guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang," lanjut Sri Mulyani dalam poin keempat surat tersebut.

Kelima, terkait dengan penugasan program 35 GW, Sri Mulyani berpendapat perlu dilakukan penyesuaian terkait target investasi PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PLN dalam memenuhi pendanaan investasi cashflow operasi, tingginya outlook debt maturity profile, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan Penyertaan Modal Negara (PMN).

"Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan sumber risiko fiskal pemerintah," tutup Sri Mulyani.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, belum bisa memberikan banyak komentar mengenai hal tersebut. Dadan mengaku akan memeriksa ke direktorat terkait. "Nanti saya cek ya, seharusnya sudah," jelas dia.