Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mencanangkan program kelistrikan 35 ribu Mega Watt (MW) untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia. Target awalnya seluruh pembangkit pada program kelistrikan 35 ribu MW bisa beroperasi pada 2019.
Namun, bila melihat kondisi di lapangan, target pengoperasian pembangkit tersebut diperkirakan molor dari jadwal.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memastikan, proyek pembangkit listrik dalam program 35 ribu MW tetap berjalan. Namun, pembangkit yang mampu beroperasi sampai 2019 diprediksi hanya mencapai 17 ribu MW.
Advertisement
Baca Juga
"Intinya begini 35 ribu MW dijalankan, sampai 2019, 17 ribu MW itu diharapkan COD (Commercial Operation Date/beroperasi)," kata Jonan, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Jonan menuturkan, sisa pembangkit yang belum beroperasi pada 2019 baru akan beroperasi pada tahun-tahun berikutnya. "Tapi separuhnya gimana? terus (dibangun), mudah-mudahan 2023, 2024 terus (beroperasi)," kata dia.
Menurut Jonan, ‎pengoperasian pembangkit yang tidak sesuai dengan target awal tersebut disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi yang saat ini hanya 5,3 persen. Saat target 35 ribu MW ditetapkan selesai 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi mencapai 8 persen.
"Disesuaikan dengan kebutuhan, itu mengikuti pertumbuhan ekonomi. Yang awalnya diperkirakan tumbuh 8 persen," tutup Jonan.
Adapun pembangkit listrik program 35 ribu MW, yang telah beroperasi sebesar 773 MW. Ini terdiri dari 168 MW dibangun PT PLN (Persero) dan 605 MW dibangun oleh pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Proyek Pembangkit 35 Ribu MW Jalan Terus
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno menegaskan, pemerintah tidak akan merevisi target pembangunan pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (MW). Pernyataan ini menyusul surat dari Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati untuk dua menteri, termasuk Rini terkait potensi gagal bayar utang PT PLN (Persero).
"Tidak ada revisi. Proyek jalan terus," tegas Rini saat ditemui wartawan di Hotel Shangrila, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Dia menjelaskan, dalam proyek listrik 35 ribu MW, PLN mengerjakan pembangkit listrik sebanyak lebih 9 ribu MW. Sementara lebih dari 25 ribu MW dengan skema Independent Power Producer (IPP). Artinya skema IPP, konstruksi maupun pendanaan merupakan tanggung jawab pihak swasta.
"Yang jadi tanggung jawab PLN sebanyak lebih dari 9 ribu MW, plus transmisi dan gardu induk. Itu no problem semua, jadi jangan salah paham ya tidak ada revisi," Rini menerangkan.
Menurutnya, bukan hanya Sri Mulyani yang mewanti-wanti PLN untuk menjaga rasio utang tetap sehat, mencari sumber pendanaan yang tepat dengan nilai dan tingkat bunga yang masuk akal. Penting juga mempertimbangkan tenor atau jatuh tempo utang.
"Ini (rasio utang) yang juga kita di BUMN terus tekankan kepada direksi (PLN) agar rasio utang tetap digaja. Harus selalu ada worst position, kalau tidak begini, harus begitu, dan lainnya," Rini menuturkan.
Rini berharap, meskipun berutang untuk menggarap proyek-proyek kelistrikan, PLN tetap menjaga rasio utang. "Utang tetap harus ada. Kalau mau leverage bisnis, pasti ada utang di perusahaan bidang mana pun. Yang penting jaga debt equity ratio dan membuat aset-aset tetap berharga," pintanya.
Advertisement