Liputan6.com, Jakarta Harga minyak tergelincir pada Kamis, mundur lebih jauh dari level harga tertinggi sejak 2015 di awal pekan ini. Hal itu dipicu tensi yang terjadi di Irak Utara menyusul voting yang dilakukan di wilayah Kurdistan yang menuntut kemerdekaan.
Hal tersebut memicu kekhawatiran akan pasokan minyak mentah yang segar.
Baca Juga
Minyak mentah sudah naik dengan tajam pada 2,5 pekan terakhir menyusul pedagang mengantisipasi permintaan dari kilang minyak Amerika Serikat yang kembali beroperasi setelah tutup karena badai Harvey. Mayoritas produsen sepakat untuk memangkas produksi dalam rangka membatasi pasokan.
Advertisement
Harga minyak mentah Amerika Serikat naik 9 persen dalam 14 hari. di mana Brent, minyak acuan dunia naik 7 persen pada periode tersebut. Kedua minyak acuan tersebut terus diborong, berdasarkan indeks relatif yang mengukur kecepatan dan pergerakan harga.
"Kita sudah membuat pergerakan yang impresif dan saya pikir kita akan mundur," kata Robert Yawger, Direktur Energi di Mizuho di New York melansir Reuters, JUmat (29/9/2017).
Harga minyak acuan Amerika Serikat, West Texas Intermediate turun 58 sen atau 0,1 persen ke level US$ 51,56 per barel setelah menyentuh level tertinggi dalam 5 bulan terakhir US$ 52,86 per barel.
Sementara harga minyak acuan dunia, Brent turun 49 sen atau 0,9 persen menuju level US$ 57,41 per barel setelah menyentuh level tertinggi dalam 2 tahun ke level US$ 59,49 pada Selasa kemarin.