Liputan6.com, Jakarta - Kebocoran surat instansi pemerintahan kembali terjadi. Setelah sebelumnya surat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Menteri Badan usaha Milik Negara (BUMN) dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) soal status keuangan PT PLN (Persero) bocor, kini giliran surat tanggapan dari CEO Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga bocor.Â
Surat tersebut berisi penolakan skema divestasi atau pelepasan saham PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen kepada pemerintah. Surat dari Richard Adkerson tersebut ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto.
Advertisement
Baca Juga
Dikonfirmasi mengenai surat tersebut, Hadiyanto berkelit. Dia mengaku belum menerima, apalagi membaca isi surat dari bos perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu.
"Surat? Saya belum terima suratnya. Kalau surat itu ditujukan ke saya, kan harusnya saya terima. Mungkin belum sampai ke saya ya," kata Hadiyanto saat ditemui wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (29/9/2017).
Dia mengaku akan mengecek surat tersebut. "Akan kami cek suratnya ya. Yang pasti saya belum menerima surat itu secara resmi," tuturnya.
Terkait surat Freeport atas penolakan divestasi yang ditujukan kepada Hadiyanto, dia mengaku penyelesaian substansi atau poin-poin dalam perpanjangan kontrak Freeport harus dilakukan secara koordinasi antar Kementerian terkait, seperti Kementerian ESDM, BUMN, dan Kemenkeu.
"Oh itu koordinasi ESDM, BUMN, dan Kemenkeu. Tentu harus ada tim yang menindaklanjuti untuk penyelesaian substansi," ucap Hadiyanto.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Isi surat
Sebelumnya beredar surat dari CEO Freeport McMoran Inc Richard Adkerson ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu)‎ mengenai tanggapan atas posisi pemerintah terkait pelepasan saham (divestasi) menjadi 51 persen ke pihak nasional.
Seperti yang dikutip dari surat Adkerson yang ditujukan ke Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto, di Jakarta, Jumat (29/9/2017).
‎Adkerson mengatakan, telah menerima posisi pemerintah terkait dengan divestasi. Dalam surat yang dibuatnya pada 28 September 2017 tersebut dia ‎menyatakan ketidaksepakatan pada posisi pemerintah.
"Kami sangat tidak setuju dengan pernyataan yang termasuk dalam dokumen dan kirimkan tanggapan dan klarifikasi atas ketidakakuratan yang ada di dalamnya," kata Adkeserson, seperti yang dikuti dalam surat tersebut.
‎Posisi pemerintah adalah, divestasi saham hingga 51 persen, diselesaikan paling lambat 31 Desember 2018. Sementara berdasarkan Pasal 24 angka 2 Kontrak Karya (KK) saham tersebutdivestasi sampai kepemilikan peserta Indonesia mencapai 51 persen‎ seharusnya sudah selesai pada 2011. Oleh karena itu pelaksanaannya divestasi merupakan implementasi atas kewajiban divestasi PT Freeport Indonesia (PTFI).
Pemerintah Indonesia memiliki kapasitas keuangan untuk mengambil alih semua saham divestasi. Dalam periode estimasi yang diusulkan paling lambat sampai akhir 2018.
Sedangkan tanggapan Freeport terhadap Posisi Pemerintah adalah, Freeport telah sepakat untuk mendiskusikan dengan pemerintah mengenai waktu penyelesaiannya divestasi, Freeport telah mengusulkan agar divestasi awal berlangsung sesegera mungkin, melalui IPO dan divestasi penuh berlangsung bertahap dalam jangka waktu yang sama dengan yang ditentukan pemerinta‎h.
‎Kedua, tidak ada kewajiban divestasi saat ini di bawah Kontrak Karya PTFI. Pada pasal24 menunjukkan bahwa, jika setelah penandatanganan perjanjian ini, maka undang-undang, peraturan atau kebijakan yang efektif , tidak memberatkan‎ persyaratan divestasi dari yang kurang memberatkan untuk para pihak dalam hal ini persetujuan.
Freeport menerapkan persyaratan divestasi yang kurang memberatkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994, yang merevisi persyaratannya untuk kepemilikan Indonesia sampai 5 persen (dikonfirmasi dengan surat BKPM tertanggal 20 Maret 1997). GR 20/1994 kemudian dimodifikasi agar memungkinkan untuk 100 persen kepemilikan asing.
Dalam surat tersebut, ‎F‎reeport juga menolak perhitungan divestasi pemerintah. Pemerintah memiliki posisi hitungan nilai saham 51 persen berdasarkan perhitungan manfaat kegiatan usaha pertambangan sampai 2021 saja, sesuai dengan berakhirnya Kontrak Karya (KK).‎
Setelah 2021 mendapat nilai manfaat, perpanjangan sampai 2031 akan dinikmatisaling menguntungkan oleh pemegang saham. Dalam tanggapannya Adkerson mengatakan, Freeport telah dengan gigih mempertahankan setiap divestasi harus mencerminkan nilai pasar sampai tahun 2041, perhitungan nilai dengan menggunakan standar internasional.
Freeport memiliki hak kontrak untuk beroperasi sampai tahun 2041. Pasal 31 KKmenyatakan "Perjanjian ini harus memiliki jangka waktu awal 30 tahun sejak tanggal tersebutpenandatanganan persetujuan ini, dengan ketentuan bahwa Perusahaan akan menjadiberhak mengajukan permohonan perpanjangan dua tahun berturut-turut dari istilah tersebut,tunduk pada persetujuan pemerintah Pemerintah tidak akan masuk akal menahan atau menunda persetujuan tersebut. Permohonan semacam itu oleh Perusahaan mungkindibuat setiap saat,"
Posisi pemerintah berikutnya adalah, divestasi dilakukan dengan menerbitkan saham baru (right issue) oleh PTFI yang seluruhnya akan diambil alih oleh peserta Indonesia. Hali ini mengacu pada Kontrak Karya Pasal 24 ayat 2.e divestasi dapat dilakukan dengan penerbitan saham baru.
Namun keinginan tersebut tidak disetujui, Adkeron dalam suratnya menulis. Freeport akan melakukan divestasi melalui penjualan saham yang dimiliki oleh FCX dan PT ‎Mitra Joint Venture, akan membahas kapitalisasi PTFI untuk memastikan perusahaan dapat melakukan investasi modal di masa depan.
Penerbitan saham baru akan membutuhkan investasi yang lebih besar oleh peserta Indonesia mencapai 51 persen, serta akan menghasilkan overcapitalisasi PT Freeport Indonesia dan struktur modal yang tidak efisien.
"Freeport akan mengkaji ulang dengan rencana Pemerintah untuk mendanai modal pengeluaran," ujar Adkerson.
Advertisement