Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus berupaya mendorong kesiapan penerapan teknologi di sektor industri. Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2017-2018 yang dirilis World Economic Forum (WEF), tingkat inovasi di Indonesia berada pada tangga ke-31.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara, mengatakan meski indeks inovasi mampu menempati posisi cukup baik, kesiapterapan teknologi masih berada di angka ke-80 dari 137 negara yang dinilai.
“Diperlukan upaya pelengkap untuk memastikan bahwa lebih banyak orang dan perusahaan memiliki sarana dalam mengakses dan menggunakan teknologi baru,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Advertisement
Ngakan menyebutkan, faktor yang mempengaruhi terhadap tingkat kesiappan teknologi, antara lain ketersediaan teknologi terbaru, penyerapan teknologi di perusahaan, dan transfer teknologi dari investasi langsung pemodal asing.
Selain itu, juga penggunaan internet setiap individu, langganan internet broadband tetap, bandwidth internet internasional, dan mobile broadband. “Hal tersebut diharapkan menjadi sarana penghubung bagi user dengan inventor dalam memberikan feedback untuk inovasi lebih lanjut,” ujar dia.
Adapun langkah strategis yang telah dilakukan Kemenperin guna menunjang kesiapterapan teknologi di dalam negeri, di antaranya adalah mendorong pengembangan teknologi informasi komunikasi. Hal ini dengan menjadikan industri elektronika dan telematika sebagai sektor andalan nasional.
“Pada 2015-2019, sektor industri yang akan dikembangkan, salah satunya terkait transmisi telekomunikasi dan smart mobile phone,” ungkap Ngakan.
Dalam upaya penguasanaan teknologi, pemerintah dapat pula mengadakan teknologi industri melalui proyek putar kunci. Artinya, penyedia teknologi wajib melakukan alih teknologi kepada pihak domestik sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
“Melalui proyek putar kunci, para pelaku industri nasional akan dapat dengan cepat mengadopsi dan menerapkan teknologi terkini di bidang industri, sehingga memacu peningkatan kesiapterapan teknologi di Indonesia,” ujar dia.
Kerja sama
Di samping itu, Kemenperin menjalin kerja sama dengan lembaga litbang lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Misalnya, upaya sinergi dengan Ghent University, Belgia, untuk pengembangan komoditas cokelat dan produk turunannya.
“Kami juga bekerja sama dengan Tsinghua University, Tiongkok, untuk mempercepat implementasi konsep Industry 4.0 dan kerja sama dengan United in Diversity Foundation untuk membentuk pusat unggulan bidang inovasi dan kepemimpinan kewirausahaan,” tutur Ngakan.
Bahkan, beberapa bulan lalu, Indonesia dan India menyepakati untuk membangun kerja sama lebih intensif dalam upaya pengembangan industri makanan. Kesepakatan ini merupakan hasil kunjungan Menteri Industri Pengolahan Makanan India, Sadhvi Niranjan Jyoti, ke Balai Besar Industri Agro (BBIA) Kemenperin di Bogor, Jawa Barat.
Kerja sama tersebut nantinya didasarkan pada penguatan ekonomi yang modern, kompetitif, dan berkualitas dengan tetap mengedepankan prinsip saling menguntungkan. Dengan India, BBIA akan melakukan kerja sama litbang dan pengembangan produk, serta pertukaran peneliti dan kerja sama bidang lain yang diperlukan. Ini dilakukan untuk peningkatan daya saing industri makanan dan minuman nasional agar lebih kompetitif di tingkat global.
Untuk mempersempit gap antara inovasi litbang dengan kebutuhan industri, Kemenperin juga telah bekerja sama dengan perusahaan industri dalam negeri melalui pengembangan inovasi tepat guna. Salah satu contoh skema kerja sama litbang yang sedang dijalankan adalah dengan PT Rekadaya Multi Adiprima (RMA), perusahaan yang bergerak di bidang spareparts otomotif. Pada 2017, PT RMA telah mengikat kerja sama di bidang litbang dan komersialisasi hasil litbang dengan delapan Balai Besar Kemenperin.
Advertisement