Liputan6.com, Jakarta Pergerakan laju inflasi akan dipengaruhi situasi politik di dalam negeri. Meski pemilihan umum presiden masih akan diselenggarakan pada 2019, gerak inflasi sudah mendapatkan sentimen. Inflasi diramal stabil jelang tahun politik.
Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Damhuri Nasution, mengungkapkan stabilnya inflasi mendekati tahun politik disebabkan stabilnya harga. Stabilitas harga ini akan menjadi bahan kampanye para calon presiden atau partai politik pengusungnya.
"Jadi tahun depan itu kan sudah mendekati tahun politik, saya pikir tidak akan ada naik-naikkan harga, bisa repot urusannya, jadi inflasi lebih terjaga," kata Damhuri dalam Economic and Banking Outlook di Hotel Le Meridien, Jakarta, Kamis (5/10/2017).
Advertisement
Damhuri mencontohkan, saat ini ada beberapa kebutuhan yang harganya urung dinaikkan, salah satunya kenaikan listrik 450 VA.
Rencananya, pemerintah akan menaikkan tarif listrik 450 VA secara bertahap, yaitu pada Juli, September dan November. Namun, semua rencana ini belum juga dilaksanakan demi menjaga daya beli masyarakat.
Dengan berbagai kemungkinan, untuk 2018, Damhuri memperkirakan inflasi akan terjaga di antara 2,5-3,5 persen.
Tidak hanya itu, mendekati tahun politik, sisi positif lainnya adalah masuknya arus modal yang lebih banyak dibandingkan tahun-tahun biasa.
"Semakin dekat tahun pilpres itu biasanya arus modal akan jor-joran. Ini akan berdampak positif bagi nilai tukar rupiah kita dan ekonomi nasional secara umumnya," papar dia.
Damhuri memperkirakan tahun depan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih kembali berlanjut. Salah satu indikatornya adalah saat ini nilai tukar rupiah masih undervalued dibandingkan dengan nilai fundamentalnya sekitar 12.500-13.000 per dolar AS.
Untuk mendorong ekonomi lebih positif pada 2018, Damhuri menyarankan kepada pemerintah untuk lebih efektif dalam membelanjakan modal di APBN.
"Dengan latar belakang ini maka perekonomian Indonesia tahun 2018 bisa di kisaran 5,3-5,4 persen," pungkasnya.(Yas)