Sukses

Pajak Jasa Kurir Naik, DJP Tepis Daya Beli Turun

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi angkat bicara soal isu daya beli masyarakat menurun. Salah satunya dilihat dari pajak jasa kurir naik.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menepis ada pelemahan daya beli masyarakat. Pelemahan daya beli ini menjadi kekhawatiran karena dianggap berisiko terhadap penerimaan negara.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi mengatakan, kondisi yang terjadi ialah perubahan tata cara pembayaran. Artinya, pembayaran tidak lagi dilakukan secara manual melainkan secara online.

Sebab itu, dia mengatakan, penerimaan pajak atas jasa kurir meningkat drastis dibanding tahun lalu.

"Pajak atas jasa kurir itu naik 130 persen bulan September ini dibanding tahun lalu. Itu beli bisa online tapi ngirim barang enggak bisa online," kata dia saat berkunjung ke Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Jumat (6/10/2017).

Dia menuturkan, beberapa jenis usaha memang terlihat menurun. Namun, itu karena ada perubahan tata cara pembayaran.

"Ada beberapa jenis usaha yang sekarang ini kelihatannya menurun padahal enggak, karena tata cara pembeliannya tadi yang online," kata dia.

Namun, dia mengatakan, ada beberapa bidang usaha yang tidak terpengaruh oleh sistem online tersebut. Sebut dia, jasa usaha tukang potong dan restoran.

"Restoran tidak akan bisa diubah dengan teknologi, meskipun ada go food, tapi untuk nongkrong itu enggak bisa online," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Kata Jokowi soal Isu Daya Beli Masyarakat Menurun

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para pengusaha untuk optimistis terhadap perekonomian Indonesia. Jika ada yang pesimistis, menurut dia, pengusaha tersebut bukan murni seorang pengusaha, tetapi 'nyambi' sebagai politikus.

Jokowi menjabarkan, saat ini Indonesia telah mendapatkan pengakuan dari berbagai lembaga pemeringkatan dunia terkait dengan kemudahan berusaha dan investasi. Hal ini seharusnya membuat dunia usaha percaya terhadap kestabilan kondisi ekonomi ‎Indonesia.

‎"Kepercayaan itu sudah ada. Contoh investment grade, ada Moddy's, S&P, apalagi? Kenaikan negara tujuan investasi dari 8 ke 4. Ini juga kepercayaan. EODB dari 120 sekarang 91. Ini kepercayaan. Kalau angka seperti ini diragukan, ini yang meragukan sebetulnya bukan dunia usaha, saya yakin ini orang politik. Atau politikus yang nyambi dengan dunia usaha. Ada apa gitu lho," ujar dia di Rakornas Kadin 2017, Jakarta, Selasa 3 Oktober 2017.

Dia mencontoh, belum lama ini tengah ramai soal isu mengenai daya beli masyarakat yang menurun, lantaran penjualan di toko-toko ritel menurun. Padahal menurut dia, yang terjadi bukan penurunan daya beli, melainkan perubahan pola belanja masyarakat ke e-commerce.

"Pak daya beli sekarang menurun, anjlok. Saya berikan angka. Coba saya ambil dari shifting dari offline ke online. Banyak orang yang ke situ. Kalau ada toko tutup ya karena ini salahnya enggak ikuti zaman. Jasa kurir naik 130 persen, di akhir September ini. Angka ini didapat dari mana? Ya kita cek. JNE cek, kantor pos cek. Saya juga orang lapangan," jelas dia.

Jokowi menuturkan, dari data yang dimilikinya, berbagai sektor justru mengalami pertumbuhan. Sebagai contoh, sektor industri tumbuh 16,36 persen dibanding tahun lalu, sektor perdagangan naik 18,7 persen, ekspor dan harga komoditas di sektor pertambangan mulai merangkak dan pulih dengan naiknya 30,1 persen dan sektor pertanian meningkat 23 persen dibanding tahun lalu.

‎"Angka seperti ini kalau tidak disampaikan, isunya hanya daya beli turun. Saya lihatin siapa yang ngomong? Politik oh enggak apa. Kalau pengusaha murni saya ajak ngomong. Kalau orang politik memang tugasnya itu, membuat isu-isu untuk 2019. Sudah kita blak-blakan saja," ujar dia.