Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta wajib pajak yang ikut tax amnesty melakukan pembetulan pelaporan harta. Lantaran banyak wajib pajak yang belum melaporkan harta secara benar.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi mengatakan, pemerintah masih memberi kesempatan wajib pajak untuk melakukan pembetulan.
"Yang ikut tax amnesty masih kita beri kesempatan untuk membetulkan. Kalau mau. Kalau enggak PP 36-nya kita laksanakan. Tapi biasanya mau," kata dia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Jumat (5/10/2017).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan, dari total harta yang dilaporkan dalam tax amnesty, wajib pajak hanya melaporkan 60 persen hartanya. Artinya, masih banyak harta yang belum dilaporkan secara benar.
"Yang lupa melaporkan, karena didata kami yang ikut tax amnesty itu hanya 60 persen yang dilaporkan. Dan ini bener, faktanya ada, datanya ada. Kebanyakan yang lupa itu ternyata waktu ikut tax amnesty, harta yang atas nama istri belum masuk. Itu banyak juga," jelas dia.
"Jadi yang ikut tax amnesty kemarin, yang juara dunia baru 60 persen. Tolong sampaikan kawan betulkan saja," sambung dia.
Sejalan dengan itu, Ken mengaku saat ini DJP tengah fokus memerika wajib pajak yang tidak ikut tax amnesty. "Fokus kita tiga bulan ini adalah memeriksa yang tidak ikut tax amnesty," pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Daftar Harta dan Nilai Acuan Ditjen Pajak Kejar Aset Tersembunyi
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-24/PJ/2017 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Harta Selain Kas yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Pasal 18 Undang-undang (UU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
Ini dilakukan dalam rangka penegakan hukum untuk mengejar aset atau harta tersembunyi dari Wajib Pajak (WP), baik Orang Pribadi maupun Badan yang tidak ikut program tax amnesty ataupun yang ikut tapi tidak melaporkan seluruh hartanya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, dengan terbitnya surat edaran ini, seluruh petugas pajak memiliki standar yang sama.
Standar untuk melaksanakan penilaian harta dalam rangka menjalankan amanat UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan.
"Bagi WP, hadirnya standar penilaian ini memberikan kepastian serta menjamin prosedur penilaian yang objektif, sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya sengketa antara petugas pajak dengan WP," kata Hestu Yoga dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis 28 September 2017.
Surat edaran ini, dijelaskan Hestu Yoga, mengatur penilaian harta selain kas dilakukan sesuai kondisi dan keadaan harta pada 31 Desember 2015 (atau akhir periode yang berbeda untuk WP yang memiliki akhir tahun buku berbeda) sesuai dengan pedoman nilai.
Hestu Yoga mengimbau, untuk menghindari pemeriksaan pajak dalam rangka pelaksanaan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, bagi WP yang masih memiliki harta yang diperoleh dari penghasilan yang belum dibayarkan pajaknya, dan harta tersebut belum dilaporkan dalam SPT PPh Tahunan atau Surat Pernyataan dalam program tax amnesty, dapat melakukan pembetulan SPT PPh Tahunan dengan melaporkan harta dan penghasilan serta pajak yang harus dibayar sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kami akan melaksanakan amanat UU Pengampunan Pajak serta PP Nomor 36 tahun 2017 secara profesional dengan mengedepankan semangat rekonsiliasi demi perbaikan kepatuhan pajak serta menjaga confidence dunia usaha dan iklim investasi," tegas Hestu Yoga.
Advertisement