Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus berani menginvestigasi kasus transfer dana nasabah dari Indonesia senilai US$ 1,4 miliar atau setara Rp 18,9 triliun.
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, investigasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah nasabah yang mentransfer dananya tersebut telah ikut pengampunan pajak (tax amnesty). Dengan demikian, akan diketahui sumber dana sebesar itu.
Advertisement
Baca Juga
"Dirjen pajak harus menyelidiki apakah orang yang mentransfer dana sebanyak itu sudah mengikuti tax amnesty atau belum. Kalau dia sudah ikut tax amnesty, apakah pelaporan hartanya itu sudah sesuai. Dia bisa menjelaskan sumber hartanya, termasuk transfer sebesar itu," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (8/10/2017).
Menurut Bhima, jika nasabah tersebut belum mengikuti tax amnesty, maka harus membayar denda yang cukup besar. Dan denda tersebut menjadi potensi untuk menambah penerimaan pajak.
"Kalau dia tidak ikut tax amnesty, maka harus lakukan pembetulan SPT dan dikenakan denda. Karena sesuai dengan UU tax amnesty, setelah masa tax amnesty selesai, maka akan dikenakan denda yang besar. Itu kan bisa jadi pemasukan tambahan bagi penerimaan pajak," jelas dia.
Dengan bergulirnya era keterbukaan informasi di bidang perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI) yang akan berlangsung pada 2018, Indonesia memiliki keuntungan untuk bisa menelusuri aliran dana semacam itu.
"Dengan adanya keterbukaan informasi ini kan menguntungkan Indonesia, tinggal kita berani atau tidak untuk melakukan investigasi lebih lanjut," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dugaan Tindakan Pencucian Uang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan telah menerima laporan terkait transfer dana sebesar US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 18,9 triliun milik nasabah Indonesia dari Guernsey ke Singapura melalui Standard Chartered Plc. Transaksi tersebut terjadi akhir 2015 silam.
"PPATK sudah terinfo beberapa bulan yang lalu," kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin kepada Liputan6.com di Jakarta, Miggu (8/10/2017).
Baca Juga
Ditanya mengenai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan penghindaran pajak, Kiagus menerangkan, tindak pidana pajak merupakan salah satu tindakan yang berkaitan dengan TPPU.
Dia menuturkan, dengan jumlah yang tidak sedikit, ada dugaan dana tersebut berkaitan dengan TPPU. Dia menambahkan, pemilik dana tersebut bukan individu.
"Tindak pidana pajak merupakan salah satu tindak pidana asal TPPU. Kalau melihat mutasi uang tersebut ke mana-mana, kemungkinan besar unsur TPPU terpenuhi. Pemiliknya tidak satu orang," jelas dia.
Lebih lanjut, Kiagus mengatakan, PPATK tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menelusuri dana tersebut. "Biar para aparatur negara bekerja dulu," tukas dia.
Advertisement