Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, menjelaskan tiga poin penting hasil kesepakatan renegosiasi kontrak antara pemerintah dengan Freeport kepada anggota Komisi VII DPR, yakni divestasi, smelter, dan penerimaan negara. Jonan juga mengklarifikasi bocornya surat penolakan Freeport terhadap kewajiban divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
"Kita sudah mencapai kesepakatan besar pada Agustus lalu. Pemerintah menyetujui perpanjangan (kontrak) maksimum 2x10 sesuai Undang-Undang (UU) Minerba," tegas Jonan saat Rapat Kerja dengan Komisi VII di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/10/2017).
Dia menjelaskan, perpanjangan kontrak pertama Freeport Indonesia mengeruk emas di Indonesia periode 2021-2031. Jika memenuhi persyaratan, maka dapat diperpanjang lagi hingga 2041. "Saya bilang dapat ya (diperpanjang), tapi belum tentu," ucap mantan Menteri Perhubungan itu.
Advertisement
Baca Juga
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi Freeport Indonesia. Pertama, kata Jonan, Freeport Indonesia harus melepas (divestasi) 51 persen saham untuk kepemilikan Indonesia, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (pemda). Pemda diwakili pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan masyarakat adat.
Syarat kedua, sambungnya, Freeport Indonesia wajib membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam kurun waktu 5 tahun setelah persetujuan diberikan. Ini adalah amanat UU Minerba yang tidak dapat diganggu gugat.
Terakhir, pemerintah mengupayakan hasil operasi atau penerimaan negara dari Freeport Indonesia yang akan lebih tinggi, baik PNBP, royalti, pajak dalam bentuk apa pun, dan retribusi daerah.
"Sampai dengan pertemuan hari ini kesepakatan itu tidak berubah," Jonan menegaskan.
Ihwal surat penolakan divestasi oleh CEO Freeport McMoran, Richard Adkerson, kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkeu, Hadiyanto, lebih jauh Jonan mengklarifikasinya.
"Surat Freeport yang dikatakan menolak, sebenarnya tidak ada. Surat itu ditujukan ke Sekjen Kemenkeu, karena Presiden menugaskan detail divestasi dibicarakan dengan Menkeu dan Menteri BUMN. Kami di ESDM, hanya mendukung saja karena divestasi mengenai kemampuan keuangan negara dan berapa nilai valuasi dari 51 persen saham,"Â ucap Jonan.
Untuk pembangunan smelter, Jonan mengaku, tidak ada negosiasi kepada Freeport Indonesia, mengingat itu adalah kewajiban yang diamanatkan UU. Untuk penerimaan negara yang dihasilkan dari operasional Freeport Indonesia, Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang membuat rancangannya.
"Prinsipnya harus lebih baik, ini perlu dilampirkan nantinya tarif pajak. Jadi ini menjamin perjanjian kedua belah pihak tidak berubah," tegas Jonan.
Makan Siang
Selain itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengadakan pertemuan dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Papua pada Sabtu siang kemarin. Dalam pertemuan tersebut, Pemda Papua satu bahasa dengan pemerintah pusat terkait perundingan dengan Freeport.
Staf Khusus Menteri ESDM, Hadi Mustofa Djurait, bercerita, Menteri ESDM mengundang Pemda Papua untuk makan siang di Rumah Dinas Menteri ESDM di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan. Pertemuan tersebut berlangsung pada pukul 12.30-14.00 WIB.
Dalam pertemuan tersebut, selain Gubernur Papua Lukas Enembe, hadir pula Bupati Puncak Jaya Willem Wandik dan anggota Komisi VII DPR untuk Daerah Pemilihan Papua, Tony Wardoyo.
Adapun dari pihak Kementerian ESDM turut hadir Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji, serta Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono serta beberapa pejabat lainnya.
Tujuan pertemuan ini adalah menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Menteri ESDM Ignasius Jonan kembali terlibat dalam perundingan dengan Freeport. Sebelumnya, Jonan telah memanggil Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoran Inc Richard Adkerson dan Eksekutif Vice President PT Freeport Indonesia Tony Wenas.
Dalam pertemuan hari ini, Gubernur Papua menyatakan bahwa pemerintah Papua baik di tingkat provinsi maupun kabupaten yang terkait dengan operasi Freeport sangat mendukung langkah dan kebijakan pemerintah pusat terkait dengan Freeport.
"Pemerintah dan masyarakat Papua sepakat dan satu bahasa dengan pemerintah pusat dalam menghadapi Freeport," jelas dia kepada Liputan6.com, Sabtu (7/10/2017).
Pemerintah Papua juga mendorong agar perundingan berjalan dengan baik dan menghasilkan keputusan terbaik bagi masyarakat Papua dan Indonesia.
Terkait divestasi, pemerintah Papua sepakat dengan pemerintah pusat bahwa akan ada porsi 10 persen saham Freeport untuk Papua.
"Nanti akan dibagi secara proporsional antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten," jelas Hadi. Masyarakat adat juga akan mendapatkan porsi saham di dalam pembagian 10 persen ini.
Advertisement